JEPARA, beritapalu | Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara memvonis bersalah aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan dengan hukuman tujuh bulan penjara dan denda Rp5 juta subsider 1 bulan.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Daniel dihukum 10 bulan penjara sekaligus denda Rp5 juta karena dianggap melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Tim Penasehat Hukum Daniel kecewa dengan putusan majelis hakim ini karena menurutnya tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.
“Mengutuk keras Majelis Hakim Perkara No. 14/Pid.sus/2024/PN.Jpa pada Pengadilan Negeri Jepara, yang telah memberikan putusan tidak sesuai koridornya, tidak mempertimbangkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan serta ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan bertentangan dengan SKB 3 Menteri yang seharusnya dipegang sebagai aturan dalam mengimplementasikan UU ITE,” tegas salah satu penasehat hukum Daniel, Sekar Banjaran Aji, Kamis (4/4/2024).
Lebih lanjut, ia juga meminta pihak berwenang untuk mengusut majelis hakim yang mengadili Daniel dan memeriksa jajaran Penyidik Unit I Krimsus di Polres Jepara yang memproses kasus ini.
Sementara itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyatakan bahwa putusan bersalah atas Daniel menambah panjang daftar kriminalisasi warganet yang menyasar pada kelompok kritis dan vokal. Berdasarkan catatan SAFEnet, sepanjang 2023 setidaknya ada enam orang aktivis dari total 126 orang yang dilaporkan ke polisi dengan menggunakan pasal karet dalam UU ITE.
“Putusan bersalah ini merupakan salah satu bentuk pembungkaman atas ekspresi online yang akan sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia, karena orang-orang yang kritis terhadap permasalahan bangsa malah dengan mudahnya dipidanakan. UU ITE yang sudah direvisi pada awal tahun 2024 masih menjadi alat yang efektif untuk memberangus kebebasan berbicara masyarakat Indonesia,” ujar Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Selepas persidangan, kelompok warga pendukung Daniel melakukan aksi solidaritas di depan gedung PN Jepara dengan aksi diam melakban mulut. Persidangan ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi pembela lingkungan, upaya menghambat partisipasi publik, dan pengalihan atas masalah utama di Karimunjawa, yaitu tambak udang intensif ilegal yang mencemari dan merusak ekosistem Taman Nasional Karimunjawa, yang kerap dikritik Daniel.
“Kami kecewa dengan bagaimana hakim mempertimbangkan putusannya untuk Daniel. Hakim sama sekali tidak menilai bagaimana saksi ahli dari Pendamping Hukum memberikan kesaksiannya. Entah kesaksian atau bukti apa lagi yang bisa membela Daniel bahwa aktivis lingkungan tidak bisa dihukum secara perdata maupun pidana” ujar Kasno, salah satu massa aksi.
Sebelumnya, persidangan Daniel telah mendapatkan perhatian di tingkat nasional maupun internasional. Tercatat lebih dari 8.700 orang telah menandatangani petisi yang menuntut Daniel segera dibebaskan di change.org. Selain itu, 31 organisasi masyarakat sipil internasional telah mengeluarkan pernyataan sikap bersama menuntut pembebasan Daniel dari segala tuntutan. (afd/*)