Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI Diulik dalam Bincang Santai PFI Palu

PALU, beritapalu | Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, bekerja sama dengan DOSS, menggelar bincang santai bertema “Foto Jurnalistik dalam Perspektif AI: Kreativitas, Etika, dan Realita” di Warkop Celebest Walet Jati Baru, Kota Palu.
Kegiatan ini dihadiri oleh para jurnalis, mahasiswa, dan komunitas fotografi dari berbagai latar belakang yang antusias membahas pengaruh kecerdasan buatan (AI) terhadap dunia foto jurnalistik.
Diskusi diawali oleh Dewan Etik PFI Palu, Basri Marzuki (BMZ), yang menegaskan bahwa meski AI semakin banyak digunakan dalam dunia fotografi, ia tidak dapat menggantikan nilai etis dan rasa kemanusiaan yang menjadi esensi foto jurnalistik.
“AI hanyalah alat yang membantu menangkap, mengelola, dan memahami realitas, tapi ia bukan pengganti nurani seorang jurnalis,” ujar Basri.
“AI mengubah cara kita menangkap momen, tapi tetap membutuhkan sentuhan manusia untuk memahami konteks dan makna di balik sebuah foto.”
Bea Wiharta, eks fotografer Kantor Berita Reuters yang secara khusus hadir di kegiatan itu sebagai narasumber membagikan perspektifnya.
Ia menegaskan bahwa meski AI mampu menghasilkan gambar berkualitas tinggi, ia tetap tidak bisa menggantikan insting dan kepekaan seorang fotografer.
“AI adalah mesin yang tidak punya rasa. Saya juga menggunakan AI, tapi hanya untuk mencari data. Untuk memotret, saya tetap mengandalkan kamera dan insting saya,” ujar Bea.
Sebagai contoh, Bea menyebut foto seekor anak gajah Sumatera yang bermain air bersama induknya di sungai. Foto tersebut menyentuh emosi karena kehadiran langsung seorang fotografer yang memahami momen—sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh AI.
“Foto jurnalistik itu hidup karena ada konteks dan emosi yang tidak bisa dibuat oleh mesin. Selain itu, setiap foto jurnalistik harus memiliki caption yang akurat dan terkonfirmasi, sesuatu yang tidak bisa dihasilkan oleh AI,” tegas Bea.
Diskusi semakin hangat dengan sesi interaksi antara peserta dan narasumber.
Fery, salah satu peserta, mengapresiasi diskusi ini karena memberikan pemahaman lebih jelas mengenai AI dalam fotografi.
“AI diciptakan oleh manusia, sehingga AI tidak bisa menggantikan manusia—yang tidak bisa digantikan adalah ‘rasanya’.”
Para jurnalis muda dan fotografer pemula berkesempatan bertanya langsung tentang etika, tantangan, dan masa depan foto jurnalistik di era digital.
Kegiatan diakhiri dengan sesi foto bersama, sebagai simbol kebersamaan dan semangat untuk terus berkarya meski di tengah gempuran teknologi.
“Dengan adanya diskusi seperti ini, PFI Palu berharap para pewarta foto tetap memahami nilai penting kepekaan manusia dalam menangkap momen, meski teknologi terus berkembang,” ujar Ketua PFI Palu, Moh. Rifki. (afd/*)