Keluarga Korban Kekerasan Seksual di Soulove Minta Percepatan Proses Hukum
PALU, beritapalu | Keluarga korban kekerasan seksual yang menimpa seorang anak berinisial H (14) di Desa Soulove, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, meminta agar proses hukum kasus itu dipercepat.
Permintaan itu beralasan, karena sejak kasus itu dilaporkan pada Agustus 2024 silam, hingga kini masih “tergantung” di Kejaksaaan Negeri Donggala dan belum pernah sampai ke pengadilan.
Paman korban, Kalbus dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan di Sekretarat Bersama Rumah Jurnalis di Palu pada Rabu (5/2/2025) menyebut terduga pelakunya, yakni oknum Kepala Desa Soulove, W, yang juga adalah paman korban.
Kalbus membeberkan kronologi kekerasan seksual yang menimpa ponakannya itu. Kalbus menuturkan, tindak kekerasan seksual dan tak senonoh terjadi saat sang Kades mengantarkan bantuan sosial (bansos) berupa sembako ke rumah nenek tempat tinggal korban. Kala itu, sang nenek tidak berada di rumah, hingga si Kades menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan pelecehan.
Disebutkan, korban H telah dua kali mendapat tindak kekerasan seksual, pertama dilakukan oleh kakek (ayah) dari pamanya kades tersebut dan sudah di vonis oleh Pengadilan dengan hukuman 5 tahun penjara dan kini sudah di jalani sang Kakek.
Kasus kedua ini lanjutnya, perlakuannya dari oknum kades yang merupakan paman atau keluarga terdekat yang seharusnya melindunginya.
“Kami meminta agar yang bersangkutan dari dinonaktifkan dari jabatannya sebagai kepala desa dan proses hukumnya sampai ke pengadilan,” tandas Kalbus yang saat itu didampingi sejumlah anggota keluarga dan pendampingan dari Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP- HAM) Sulawesi Tengah.
Kalbus menuturukan, sejak kasus kekerasan itu, korban H mendapat tekanan psikologi. Ia mengaku sudah berkali-kali mempertanyakan perkembangan kasusnya namun yang didapatnya hanya jawaban yang ulangan, masih berada di Kejaksaan Negeri Donggala ,belum sampai Pengadilan, sebutnya.
“Kami belum tahu kejelasan kasusnya,” tersangka masih aktif dan melenggang bebas,”kata Kalbus.
Kasus itu menurutnya benar-benar menguras banyak hal. Selain tekanan mental terutama pada korban H, proses hukumnya juga menurutnya juga tidak jelas. Lebih dari itu, suasana menjadi makin galau lantaran kakak dan nenek yang tinggal bersamanya meninggal dunia belum lama ini.
Tidak hanya itu lanjut Kalbus, akibat dari perjuangan mencari keadilan hukum bagi ponakannya itu, juga berdampak pada beberapa keluarganya yang tidak lagi mendapatkan bantuan sosial karena dihentikan oleh pemerintah desa setempat. Padahal lanjutnya, sebelumnya mendapat bantuan dan layak diberikan.
Direktur SKP-HAM Sulteng Nurlela Lamasitudju yang ikut mendampingi mengatakan, penanganan kasus kekerasan seksual tersebut sudah berlarut-larut. Karenanya pihaknya berharap dukungan semua pihak agar kasusnya tersebut dapat dipercepat.
“Situasinya, korban dalam keadaan trauma, tertekan, sebab tersangka masih menjabat dan berkeliaran, serta mengeluarkan pernyataan-pernyataan bahwa sang kades tidak terjerat hukum, sebab tidak ada saksi, membuat situasi di kalangan keluaga korban tidak merasa nyaman,” tuturnya.
Nurlela mengatakan, kasus kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapapun, keluarga atau kita sendiri dan harus berani untuk melaporkan.
Nurlela meminta agar pemerintah Kabupaten Sigi melihat ada Kades menjadi tersangka dugaan tindakan kekerasan seksual, apa layak dan dibiarkan.
“Kami berharap pada kejaksaan kabupaten Donggala mempercepat proses hukum tersangka,” harapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Intelejen Negeri Donggala, Ikram membenarkan berkas perkara atas nama tersangka Warham baru saja dilimpahkan oleh kepolisian dua hari lalu.
Apakah petunjuk diberikan jaksa sudah di penuhi oleh penyidik? Ikram mengatakan,dalam waktu dekat pihaknya segera melakukan gelar perkara atas perkara tersebut, bila semua unsur formil dan materilnya terpenuhi akan dilanjutkan ke tahapan penuntutan.
“Nanti perkembangan disampaikan,” kata Ikram. (afd/*)