JAKARTA, beritapalu | Sebagai ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 2023, Indonesia mengambil langkah signifikan menuju masa depan yang berkelanjutan dan lebih hijau dengan suksesnya penyelenggaraan acara ASEAN Solar Summit 2023.
Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan Institute for Essential Services Reform (IESR), menjadi ajang diskusi pemimpin, pakar, dan pemangku kepentingan dari seluruh dunia untuk mempromosikan energi surya sebagai pendorong utama dalam transisi energi di kawasan.
ASEAN Solar Summit 2023 yang digelar di Jakarta itu bertujuan untuk meningkatkan dan mempercepat transisi energi di negara-negara anggota ASEAN dengan energi surya, memupuk kemitraan aktif yang berfokus pada energi surya di kawasan dan secara global, mendorong investasi energi bersih, dan memamerkan cerita sukses pengembangan energi surya untuk pertukaran pengetahuan.
Pertemuan monumental ini dihadiri oleh perwakilan negara ASEAN dan negara mitra, pemerintah, pelaku bisnis, lembaga pembiayaan, dan organisasi non pemerintah, yang membahas aspek-aspek penting dari penyebaran energi surya, termasuk kerangka kerja kebijakan, inovasi teknologi, dan strategi investasi berkelanjutan.
Menteri Perindustrian diwakili Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian menyatakan, Kementerian Perindustrian mendorong industri energi surya dalam negeri.
“Namun, pasar domestik saat ini dengan skala ekonomi belum sepenuhnya terpenuhi. Koordinasi dan kolaborasi dalam perencanaan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sangat diperlukan, melibatkan usaha kecil dan menengah (UKM), kementerian terkait, pemerintah daerah, dan swasta. Dengan demikian, pengembangan produk panel surya dapat sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan untuk konstruksi panel surya,” kata Bawazir.
Bawazir menambahkan, saat ini industri panel surya domestik tengah mengalami perkembangan. Sampai saat ini kapasitas produksi industri mencapai ekuivalen 1,600 MW.
“Meski demikian, spesifikasi modul surya produksi dalam negeri harus terus ditingkatkan untuk memenuhi permintaan rencana pengembangan panel surya saat ini, terutama untuk modul dengan kapasitas puncak di atas 550 watt. Selain itu, perlu dijajaki kebutuhan di sisi hulu untuk memenuhi kebutuhan nasional,” lanjut Bawazir.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Republik Indonesia, Dr. Dadan Kusdiana menyoroti bahwa ASEAN memiliki keunggulan dalam hal rantai pasokan tenaga surya, termasuk kelimpahan mineral dan bahan utama komponen energi surya. Penting untuk membawa wawasan dari acara ini ke pertemuan Menteri energi ASEAN bulan depan untuk menyuarakan seruan sebagai tindakan upaya konsolidasi dalam meningkatkan implementasi energi surya di kawasan, dan mengembangkan rantai pasokan industri surya.
“Hal ini perlu dilakukan melalui kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar negara ASEAN untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan secara masif, khususnya energi surya,” Kusdiana menambahkan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menyatakan bahwa terdapat beberapa peluang ekonomi baru dalam memenuhi target Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat dan memerangi krisis iklim.
“Hal tersebut bisa dicapai, jika kita secara kolektif bertindak dengan berani dan ambisius untuk melakukan transisi energi dalam sistem energi kita dari bahan bakar fosil ke energi bersih. Di sinilah energi surya memainkan peran penting. Asia Tenggara harus memastikan akses yang terjangkau ke teknologi tenaga surya dengan membangun manufaktur modul surya dan rantai pasokan yang mencakup polisilikon, ingot, dan komponen lainnya,” tegas Tuwima.
Fabby mendesak agar negara anggota ASEAN untuk mengejar kerjasama yang kuat dalam mengembangkan kemampuan manufaktur panel surya dan berinvestasi dalam rantai pasokan panel surya, dengan meningkatnya permintaan domestik yang berfungsi sebagai pasar jangkar.
“Kami meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam pertemuan tingkat menteri yang akan datang, untuk membahas kemungkinan pembentukan rantai pasokan dan manufaktur modul surya di ASEAN. Inisiatif ini akan memperkuat kepentingan ekonomi bersama dan mendorong kemakmuran di kawasan,” ujar Tumiwa.
Andhika Prastawa, Ketua Dewan Penasihat AESI, menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan energi surya di tanah air, antara lain daya saing surya, penyimpanan energi, dan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil karena kehandalan dan kesinambungannya dengan biaya yang relatif lebih rendah.
“Terlepas dari tantangan ini, kita harus tetap optimis dan bekerja menuju terobosan dalam energi terbarukan, khususnya energi surya. Ini tidak hanya memberi kita energi bersih tetapi juga mempromosikan keberlanjutan. Besarnya potensi pasar dalam negeri juga menarik bagi pengembangan industri manufaktur modul surya dan komponennya. Namun, upaya, penelitian, dan inovasi yang signifikan sangat penting untuk mendukung industri dan menemukan pendekatan baru untuk memanfaatkan efisiensi energi surya,” kata Prastawa.
Komitmen ASEAN terhadap pembangunan berkelanjutan melampaui batas negara, dan kawasan ini secara aktif berkolaborasi dalam prakarsa terkait energi. ASEAN Solar Summit 2023, yang diselenggarakan oleh Indonesia pada kepemimpinannya untuk tahun 2023, berfungsi sebagai platform untuk membina kerja sama regional, pertukaran pengetahuan, dan kemitraan di sektor energi surya.
Melalui upaya kolaboratif, negara-negara anggota ASEAN dapat berbagi praktik terbaik, mengumpulkan sumber daya, dan secara kolektif mengatasi tantangan bersama dalam mengimplementasikan proyek energi surya dan untuk menarik kolaborasi serta investasi dari mitra globalnya. Sinergi tersebut akan memperkuat dampak pengembangan energi surya dan mempercepat transisi kawasan menuju lanskap energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. (afd/*)