PALU, beritapalu | Yakkum Emergency Unit (YEU) meluncurkan produk dari hasil daur ulang sampah plastic berupa paving blok di sebuah kafe di Palu, Sabtu (10/8/2024).
Dibandingkan dengan paving blok konvensional terbuat dari campuran semen dan pasir, paving blok dari sampah palstik ini terbilang cukup kuat meskipun harganya berada di rentang yang hampir sama, yakni di kisaran antara Rp1.850 sampai Rp2.500 per biji, tergantung ketebalannya.
Dengan spesifikasi seperti itu, YEU berharap masyarakat lebih memilih paving blok yang terbuat dari hasil daur ulang sampah plastic, karena selain ikut berkontribusi bagi upaya mengurangi sampah plastic, menggunakannya juga berart ikut membantu memberdayakan perempuan-perempuan yang memproduksinya di Kelompok Perempuan Pengusaha Plastik (KPPP) yang berbasis di Desa Ngatabaru, Kabupaten Sigi.
Project Manager YEU, Arni C Ajawalia usai peluncuran yang dihadiri Bupati Sigi, Muhammad Irwan Lapatta itu menjelaskan, pendampingan terhadap KPPP itu sudah dilakukan sejak 2018 silam. Namunefekntifnya baru setahun terakhir ini dan mencakup lima kelompok yang tugasnya mengedukasi dan mengumpulkan sampah-sampah plastic untuk dikirim ka Bank Sampah setempat.
“Di Bank sampah itulah diproses sedemikian rupa sehingga menghasilkan aneka produk, di antaranya paving blok, sabun cair isi ulang dan berbagai produk kerajinan lainnya,” jelas Arni.
Arni mengaku, kelima kelompok tersebut sudah menunjukkan progress usaha yang cukup menggembirakan, terutama karena sudah memiliki beberapa unit usaha seperti simpan pinjam yang dituka dengan plastic. Juga menghasilkan produk-produk bernilai ekonomis lainnya.
Bahkan katanya, sejauh ini kelompok tersebut telah memiliki dana usaha hngga Rp6 juta dari hasil daur ulang sampah plastic itu. Itu tidak termasuk dengan jumlah sampah palstik yang telah mencapai 13 ton sejak kelompok tersebut berjalan.
Peluncuran produk itu ditandai dengan pameran sekaligus demonstrasi pemasangan paving blok di depan sebuah kafe di Palu.
“Kafe ini juga bekerjasama dengan kami dan demonstrasi ini dilakukan di kafe ini agar pengunjung dapat melihat langsung bagaimana wujud dari paving blok hasil daur ulang sampah plastic ini,” jelas Arni.
Sementara itu, Hesti, salah seorang anggota kelompok Perempuan pengusaha plastic itu menjelaskan, untuk mendapatkan satu biji paving blok ukuran standar setidaknya dibutuhkan satu kilogram sampah plastic. Sampah plastic ini bisa dari kantong kresek, bisa pula dari tutup botol minuman kemasan.
Sampah plastic itu diolah dan dilebur sedemikian rupa hingga membentuk adonan yang kemudian dicampur dengan pasir sekitar seperempat kilogram agar tidak terapung di air.
“Soal kekuatannya boleh dicoba sendiri,” tantang Hesti.
Ditanya soal keekonomian paving blok tersebut, Arni mengaku jika ongkos produksinya relative cukup tinggi disbanding produk lainnya. Meski begitu, Arni juag emnyebtu jika dala prosesnya dilakukan subsidi silang.
“Kelompok in ikan punya beberapa unti usaha, dari unit usaha lainya itulah dilakukan subsidi silang. Tapi yang sesungguhnya adalah kita ingin menimbulkan kesadaran masyarakat tentang plastic yang seharusnya tidak dipandang sebagai sampah, sebaliknya menjadi produk yang bila diolah dapat bernilai ekonomis,” tutup Arni. (afd)