BUOL, beritapalu | Dua perempuan petani kebun plasma di Desa Maniala Kabupaten Buol nekad berbaring di bawah truk untuk menahan buah sawit yang sudah dipanen diangkut ke pabrik pengolahan PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Rabu (17/4/2024).
Aksi kedua perempuan yang salah satunya bernama Masnia itu merupakan tindak lanjut dari aksi penghentian operasional kebun plasma itu oleh sejumlah petani atas tuntutan “keadilan” terhadap bagi hasil kebun antara petani dengan pihak perusahaan.
Aksi itu kemudian direaksi oleh sejumlah buruh perusahaan dan sekuriti perusahaan dengan membujuk keduanya karena sawit itu terlanjur sudah dipanen dan demi alasan keamanan.
Masnia yang juga salah seorang perempuan tani pembela HAM yang suaminya saat ini masih dalam tanahan LP Buol karena dilaporkan pihak perusahaan saat memperjuangkan tanah plasmanya pada tahun 2021 silam mengatakan, sudah puluhan tahun tidak ada penyelesaian yang adil dan terbuka baik dari Perusahaan maupun pihak berwenang lainnya.
Kali ini ia bertekad melakukan segala upaya untuk menahan agar tidak dilakukan operasional kebun oleh pihak perusahaan mitra inti mereka yakni PT HIP.
“Kami ini pemilik lahan tidak mau ribut dengan teman-teman buruh, kami sejak Pilpres sudah mengurangi datang ke kebun plasma karna menghindari dituduh ini itu, sambil tunggu niat baiknya PT HIP. Jadi kami harapkan juga, tolong perusahaan tidak bertindak semena-mena di tanah milik petani. Kasihan kami sudah tidak terima bagi hasil plasma selama ini, masih juga dihina-hina dan dilapor-lapor ke Polisi seolah kami ini penjahat yang mencuri di tanah HGU. Padahal jelas ini lahan plasma. Kebun plasma ini ow, bukan kebun inti,” tandasnya.
Aksi penghentian sementara operasional kebun ini terpaksa dilakukan oleh para petani pemilik lahan lantaran kerjasama pembangunan plasma ini dinilainya tidak membawa keuntungan dan keadilan bagi petani. Menurutnya, selama bermitra, petani tidak pernah mendapatkan bagian hasil panen TBS atau sisa hasil usaha, bahkan banyak pemilik lahan yang tidak masuk dalam daftar keanggotaan koperasi justru digantikan dengan nama orang lain yang tidak dikenal.
Sebelumnya, seorang petani, Mada Yunus mendapat tekanan dari pihak perusahaan serta koperasi saat ia melakukan pelarangan pengangkutan TBS ke pabrik pengolahan sawit milik PT HIP yang sudah sempat dipanen paksa.
Ia meminta untuk diutamakan penyelesaian masalah kemitraan inti-plasma terlebih dahulu baik di tingkat Pemerintah Daerah maupun lembaga berwenang lainnya, barulah boleh ada aktivitas di atas lahan sengketa plasma.
Pengurus Forum Petani Plasma Buol (FPPB), Fatrisia Ain menyayangkan tindakan pihak PT HIP yang tidak segera membuka ruang perundingan bersama para pemilik lahan, untuk upaya penyelesaian secara adil dan terbuka sebagaimana diminta para petani pemilik lahan selama ini.
Ia justeru mengesankan terjadinya pembiaran hingga provokasi agar petani menyerah. Termasuk atas nasib buruh yang dipekerjakannya di kebun-kebun plasma, yang menurutnya sebaiknya ditempatkan di lokasi kerja baru yang sesuai dan berada di luar perkebunan plasma sampai ada penyelesaian masalah kemitraan.
“Jangan ada lagi penghasutan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga buruh dikerahkan beraktivitas di kebun plasma dan memicu kekisruhan. Tidak ada yang menginginkan terjadinya konflik horizontal. Tujuan petani hanya meminta perundingan secara langsung dengan para pimpinan PT HIP dengan keterlibatan Pemda. Bila perlu ada keterlibatan semua pihak yang merasa berwenang, selama dilakukan secara setara, sesuai kapasitas, terbuka dan saling menguntungkan, seperti halnya prinsip-prinsip kemitraan yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM,” sebut Fatrisia.
Menurut Fatrisia Ain, jika pembiaran seperti ini berlangsung, maka petani plasma akan selalu dituding oleh berbagai pihak telah menduduki lahan milik PT HIP, padahal itu adalah lahan kemitraan plasma, maka bisa saja perusahaan telah meyalahi regulasi sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008 jo Pasal 12 PP No. 17 Tahun 2013, yang menyebutkan bahwa: Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan; Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.
Sementara itu, Seniwati Abd. Azis, salah seorang pengurus FPPB menyatakan kekecewaannya pada Pemkab Buol yang berlarut-larut dalam memberikan pengawasan dan bertanggungjawab atas nasib para petani plasma yang bermitra dan dirugikan oleh PT HIP, termasuk juga nasib para tenaga kerja di areal perkebunan plasma agar tidak selalu dihadap-hadapkan dengan petani.
Padahal lanjutnya, Pemkab melalui Pj. Bupati Buol, M Muchlis sudah membentuk tim khusus penyelesaian masalah plasma. Ia menilai, terjadi pembiaran oleh Pemkab Buol, verifikasi keanggotaan koperasi yang semrawut sejak awal tidak kunjung ada progress, beberapa oknum pengurus koperasi plasma yang masuk dalam keanggotaan tim tersebut bahkan mengabaikan undangan dan permintaan data oleh Pemkab, termasuk ketidakpatuhan pengurus koperasi plasma Awal Baru.
“Belum lagi kewajiban pengurus untuk melaksanakan Rapat Anggota Tahunan minimal satu kali dalam satu tahun sesuai ketentuan Pasal 22 – Pasal 28 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian tidak dilaksanakan selama hampir 3 tahun berturut-turut. Seharusnya Pemerintah melalui dinas teknis berani memberikan sanksi atas perilaku pengurus koperasi yang tidak menjalankan kewajibannya pada anggota,” sebutnya. (afd/*)