PALU, beritapalu | Kementerian Pertanian memiliki program yang dinamai Petani milenial. Itu diungkapkan oleh Staf Khusus (Stafsus) Kementan RI, Yesiah Ery Tamalagi dalam diskusi usai nonton bareng (Nobar) film dokumenter Ekspedisi Indonesia Baru, Silat Tani di Nemu Buku, Sabtu (15/10/2022) malam.
“Pertemuan 1000 petani milenial ini dilakukan di Makassar dan setiap Senin- Jumat ada pelatihan-pelatihan daring dari mulai persoalan varietas, membuat proposal, teknologi pertanian terbaru itu ada,” kata Yesiah Ery Tamalagi dalam diskusi yang diinisiasi AJI Palu itu.
Ia mengatakan, peringatan Farid Gaban dan kawan-kawan dalam film dokumenter Silat Tani itu bahwa 40 tahun lagi kita tidak punya petani cukup menohok Kementan.
“Dan ini langsung ditindaklanjuti Kementerian Pertanian dengan menggelontorkan program petani milenial,” kata Erik, sapaan akrabnya.
Ia menyebutkan, Kementan memiliki lima cara bertindak, peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistim logistik pangan, pengembangan pertanian modern dan gerakan tiga kali ekspor.
Mentan Yasin Limpo sendiri kata Erik, bahkan menugaskan jajarannya untuk menjalin kerjasama dengan fakultas pertanian di manapun. Sebab menjadi pelampung perekomian Indonesia adalah pertanian dan pahlawan sebenarnya petani.
Kementerian Pertanian sendiri kata dia, hanya persoalan kebijakan, Menteri Pertanian sendiri selalu menyebutkan pertanian itu ada di sawah, kebun dan ladang.
“Sehingga jajaran Kementan setiap akhir pekan turun ke lapangan lihat langsung apa yang terjadi. Jadi pertanian itu agriculture, jadi jangan hanya agrinya diperhatikan , tapi culturenya,” sebutnya.
Aktivis agraria Sulteng, Eva Bande sendiri menyoroti lahan pertanian Indonesia setiap tahunnya mengalami penyusutan.
“Ini ancaman besar bagi dunia pertanian,” kata Eva Bande baru saja mendapat anugerah pahlawan agraria pada Hari Tani Nasional belum lama ini.
Eva menyebut penyusutan luas lahan pertanian itu tidak main-main, hasil riset ikatan mahasiswa perencanaan, Indonesia mengalami penyusutan seluas 668.145 hektare.
Data lainnya kata Eva, data BPS Sulteng 2013- 2015 bila dilihat rentang waktunya 2013 luas sawah 146.721 Ha, terus mengalami penyusutan hingga 2015 seluas 126 Ha.
Disandingkan data wahana lingkungan hidup (WALHI) menurut Eva, dari luas daratan Sulteng 6,533 juta ha, lalu pemerintah menerbitkan izin usaha pertambangan 1.889 juta ha atau 39 persen, perkebunan sawit 11, 14 persen atau 700 ha kawasan hutan 4 juta, maka justru lahan Sulteng defisit 126.000 hektar.
“Masa depan pertanian Sulteng ngeri,” kata peraih Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 ini.
Ini artinya kata dia, petani-petani masih dalam kawasan klaim hutan negara, sehingga area garapan masyarakat dalam klaim hutan negara tidak dianggap sebagai kawasan pertanian.
“Intevensi negara lewat program tidak akan terjadi, sebab masih dalam status hutan negara,” ucapnya.
Ia mengatakan, data BPS 0,3 persen petani memiliki pendidikan rendah dan rata-rata berumur 40 tahun ke atas.
“Lalu dimana mahasiswa pertanian ribuan tahun itu,” tanya Eva. Jawabnya, Ia disedot sektor lain tidak kembali ke kampungnya.
Eva juga menyoroti panjangnya distribusi pangan petani mulai dari penadah, penggilingan, pasar induk, jatuhnya ke konsumen mahal.
“Maka mata rantai distribusinya harus diputus, mendekatkan produsen dengan konsumen,” pungkasnya.
Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Dodi Moidady menilai dari film ditayangkan petani itu produsen, tapi keuntungannya 30 persen, 70 persen keuntungannya rantai distribusi panjang.
Dia menyebutkan , permasalahan dihadapi petani di Jawa konteksnya berbeda dengan petani ada di Timur berlawanan dengan taman nasional, industri ekstraktif seperti pertambangan perkebunan sawit dan proyek strategis nasional.
Olehnya kata dia, penting pemerintah serius melihat problem-problem dihadapi petani tidak hanya terima bantuan dari pemerintah, ada masalah serius kepastian hak penguasaan lahan.
“Sebab petani kita sulit sekali mendapat kepastian hak penguasaan lahan,”pungkasnya.
Film dokumenter ekspedisi Indonesia baru , Silat Tani ini disutradarai oleh Dandy Laksono dengan durasi tayang 70 menit menggambarkan kondisi petani di Wonosobo, Wadas terancam hadirnya perusahaan-perusahaan.
Sekretaris AJI Palu, Kartini Naiggolan mengatakan, nonton bareng dan diskusi adalah cara AJI Palu mengidentifikasi hal-hal mendasar dalam dunia pertanian di Sulteng. (bal/*)