PALU, beritapalu | Akademisi dari Universitas Tadulako (Untad) Palu, Muhammad Tavip menanggapi “kisruh” yang terjadi antara Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura yang menonaktifkan Sekdaprov Sulteng, Novalina.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/1/2025), Tavip menyebut tiga tindakan pemerintah dianggap sah atau tidak, jika dilihat dari perspektif hukum administrasi negara, yakni wewenang, prosedur dan substansi.
Dari segi perspektif hukum administrasi negara, katanya sesungguhnya berepisentrum pada satu pertanyaan yakni, apakah tindakan gubernur itu sah atau tidak.
Dia menjelaskan suatu tindakan dalam pemerintahan senantiasa mewajib-haruskan terhubung pada sumbu frekwensi suatu wewenang. Tanpa wewenang, suatu tindakan akan mengidap cacat yuridis, sehingga tidak sah.
Selanjutnya, wewenang saja tidak cukup untuk menentukan sah tidaknya suatu tindakan pemerintah. Suatu wewenang harus dilakukan dengan prosedur tertentu yang ditentukan oleh peraturan yang relevan untuk itu.
“Jadi suatu tindakan pemerintah meski memiliki wewenang, namun apabila dilakukan dengan tanpa mengindahkan prosedur, maka tindakan pemerintah itupun mengidap cacat yuridis, sehingga patut disebut tidak sah,” katanya menegaskan.
Kemudian, meski memiliki wewenang dan telah dilakukan menuruti prosedur, tetapi terlepas dari spirit teleologik (substansi) atas wewenang yang menjadi dasarnya, maka tindakan inipun mengidap cacat yuridis, sehingga keabsahannya belum final.
Selain eksplanasi mengenai isi tiga kriteria dalam menilai sah tidaknya suatu tindakan pemerintah, menurutnya penting ditambahkan penjelasan mengenai aspek wewenang.
“Benar bahwa wewenang merupakan aspek penting dalam hukum administrasi negara, tanpa wewenang, suatu tindakan pemerintah akan dinilai tidak sah,” katanya.
Lebih dari itu, berdasar ajaran hukum administrasi negara, khususnya dalam kondisi menjalankan roda pemerintahan guna memerankan fungsi publik service, tindakan pemerintah dalam bentuk lain tetap memiliki legitimasi yang kuat. Atau, sama kuatnya dengan suatu tindakan berdasar wewenang, meski secara eksplisit wewenang tindakan itu tidak tercantum tegas dalam peraturan yang relevan.
Kata Tavip, suatu tindakan pemerintah yang meski wewenangnya tidak tercantum lugas dalam peraturan perundang undangan maupun peraturan teknis, tetapi memiliki legitimasi hukum yang kuat dan absah sebagaimana kuat dan absahnya tindakan berdasar wewenang adalah apabila suatu tindakan pemerintah itu berdasar dan dalam rangka merealisasikan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“Karena legal opini ini disusun dalam kondisi hampa fakta dan kering bahan hukum mutakhir, maka dengan (hanya) menggunakan ajaran hukum administrasi negara, maka dalam getar kisruh antara Gubernur Rusdi Mastura dengan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Novalina, dipetakan rentetan fokus pertanyaan untuk menilai keabsahan tindakan Gubernur Rusdi Mastura,” jelasnya.
Menurutnya, beberapa pertanyaan itu di antarnaya, apakah Gubernur Rusdi Mastura berwenang menonaktifkan novalina dalam jabatan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah? Apakah penonaktifan itu ditempuh melalui prosedur yang sudah benar? Atau, apakah Gubernur Rusdi Mastura Tengah mempraktikkan spirit teleologik dalam tindakannya itu?
“Dengan segala kedangkalan dan keringnya cakupan legal opini ini, semoga dia dapat menjadi salah satu teropong (alat bantu) untuk menjernihkan kisruh yang tengah menghiasi ruang publik,” harapnya.
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Rusdy Mastura menonaktifkan penugasan Novalina dari jabatan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulteng Novalina.
“Saya sudah bilang sama Menteri Dalam Negeri, saya nonaktifkan dia (Novalina). Jadi, tidak ada kata saya takut sama orang, tidak ada,” katanya.
Pernyataan itu disampaikan Rusdy Mastura dalam acara pisah sambut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulteng di Kota Palu, Kamis (2/1/2025).
Rusdy mengatakan dirinya telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, sebelum mengambil keputusan tersebut. (afd/*)