MOROWALI UTARA, beritapalu | Forum Komunikasi Masyarakat Towara Peduli (FKMTP) melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Morowali Utara, Kamis (19/9/2024).
Aksi tersebut dilakukan akibat aktivitas pertambangan nikel selama tiga tahun terakhir yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir, tercemarnya sumber air bersih masyarakat hingga polusi udara akibat aktifitas PLTU Batubara.
Pada 6 September 2024 lalu, Desa Towara, Bungintimbe dan Molino di Kecamatan Petasia Timur, Morowali Utara mengalami banjir parah yang membuat rumah warga terendam. Selain itu, banjir tersebut membuat air masyarakat berwarna kecokelatan.
“Banjir tidak pernah separah itu, dulu ada banjir tapi hanya di sungai saja tidak pernah sampai meluap ke pemukiman dan jalan serta menganggu air bersih. Sejak tambang mulai beroperasi menggusur tanah dan membongkar hutan, banjir bercampur lumpur mulai terjadi,” kata Arif, koordinator aksi.
Arif menambahkan, saat ini kerusakan sumber air masyarakat tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah setempat yang membuat masyarakat sulit mendapatkan air bersih hingga masyarakat harus mengeluarkan biaya demi mendapatkan air.
“Masyarakat kesulitan mencari air bersih terutama perempuan yang setiap hari mencuci dan memasak. Bagi yang memiliki uang terpaksa harus membeli air dengan harga Rp80 ribu per seribu liter yang hanya dipakai selama tiga hari untuk mencuci, mandi, dan memasak. Selain itu, untuk minum, beli air galon dengan harga Rp10 ribu. Warga yang tidak memiliki uang terpaksa harus mencari air bersih ke desa tetangga dengan jarak tempuh 3 sampai 4 km”, kata Arif.
Wandi Juru Kampanye WALHI Sulteng menilai, banjir dan tercemarnya air bersih warga diakibatkan oleh aktivitas pertambangan nikel PT. Kenz Ventura dan PT. Bukit Makmur Istindo Nikeltama yang ada di hulu sungai. Dua perusahaan tersebut merupakan pemasok utama ore nikel ke PT. Bunbestur Nikel Industry di kawasan Stardust Estate Invesment (SEI).
“Berdasarakan analisis spasial WALHI Sulteng, di Kabupaten Morowali Utara terdapat 38 Izin IUP Operasi Produksi dengan luasan 69.156 ha 2020 – 2022. Terletak hampir di sepanjang landscape pengunungan Morowali Utara”. Kata Wandi.
Ia menambahkan, selama setahun terakhir masyarakat mengalami gangguan kesehatan diakibatkan oleh debu batubara yang dihasilkan oleh kawasan industri Stardust Estate Invesment (SEI).
“Warga harus menutup rumah setiap harinya untuk menghindari paparan debu. Anak-anak sekolah setiap hari harus menggunakan masker tebal. Penyakit sesak nafas batuk–batuk mulai masif di rasakan masyarakat dalam satu tahun terakhir”, katanya.
FKMTP dalam aksi itu menuntut agar polusi udara jalan holing dan PLTU segera diatasi. Mreka juga meminta agar Pemda Morowali Utara membuka informasi perusahaan apa saja yang beroperasi di Petasia Timur.
Pemerintah juga didesak segera memperbaiki sumber mata air Putemata yang tercemar dan melakukan evaluasi semua izin perusahaan yang beroperasi di Towara Kec Petasia Timur dan Morowali Utara. (afd/*)