PALU, beritapalu | Empat organisasi jurnalis masing-masing Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng memprotes penanganan aksi mahasiswa dengan kekerasan oleh aparat kepolisian.
Protes itu dinyatakan setelah gabungan mahasiswa di Kota Palu menggelar unjukrasa di depan gedung DPRD Sulteng pada Jumat (23/8/2024) mendapat perlakukan tidak manusiawi dari aparat kepolisian. Penanganan unjukrasa dengan kekerasan adalah tindakan berlebihan yang sejatinya tidak dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa yang melakukan protes terhadap kebijakan negara.
Menurut organisasi jurnalis itu, elit-elit kekuasaan yang secara sembrono menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi wajib diprotes karena lebih mementingkan kepentingan kelompok kecil elit daripada kepentingan negara. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran, adalah fakta konkret bagaimana hukum dijadikan alat kepentingan sekelompok kecil elit untuk kepentingannya.
Mahasiswa sebagai gerbong kekuatan moral merasa bertanggungjawab untuk meluruskan arah jalan bangsa akibat syahwat kekuasaaan para elit yang tidak bisa dibendung. Namun respons terhadap portes mahasiswa dinilai sangat berlebihan dan mengakibatkan beberapa di antaranya mengamalami luka-luka hingga harus dirawat di rumah sakit.
Di tengah situasi ini, pers dan jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi berada pada barisan mahasiswa untuk mengawal jalannya demokrasi yang mulai belok arah. Kekerasan terhadap penanganan aksi mahasiswa bukan kali ini. Beberapa regulasi krusial seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan, UU revisi KPK, selalu menempatkan mahasiswa sebagai korbannya.
Dalam catatannya, setidaknya ada tiga mahasiswa korban yang berhasil diidentifikasi masing-masing: Ayub, mahasiswa asal Buol (Fakultas Kehutanan Untad), Rafi Akbar (Fakultas FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi Untad), dan Thoriq Ghifari (Fakultas FISIP Ilmu Pemerintahan Untad).
Atas dasar itu, keempat organisasi jurnalis menyatakan memprotes penanganan aksi mahasiswa dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada Jumat (23/8/2024); meminta Pimpinan Kepolisian meninjau penanganan aksi mahasiswa dengan mengedepankan tindakan yang manusiawi.
Selain itu, di tengah situasi politik yang kisruh saat ini, mengingatkan pemerintah untuk menjamin perlindungan media dan jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik melaporkan informasi kepada publik. Demokrasi Indonesia terancam dan mahasiswa dan pers wajib membelanya. (afd/*)