Kebetulan saja lewat, namun seperti terantuk pada sebuah benda keras ketika pandangan sekonyong-konyong tertuju pada adegan tak direka sepasang suami isteri di sebuah hunian sementara (Huntara) berbentuk rumah panggung di Dusun III, Desa Tompe, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Minggu (20/12/2020) siang.
Dengan lemah lembut, sang suami menyuapi sang isteri yang sedang duduk di kursi kayu di teras Huntaranya. Si isteri sedang sakit, jangankan berdiri, menyuap diri sendiri saja tidak bisa. Peran itu lalu diambil alih sang suami, selain peran utamanya sebagai kepala keluarga yang sehari-harinya melaut.
Saya mungkin terlalu emosional untuk mengabadikan momentum ini, hingga beberapa kali menekan shutter kamera hasilnya selalu shake, bergetar, meskipun situasi cahaya saat itu cukup melimpah.
Tapi masa bodoh, menurutku manusiawi saja dan jujur mataku menjadi berkaca-kaca ketika tombol preview kupencet dan menyaksikan detail adegan itu, sungguh berada di titik clincher.
Semua punya alasan, lebih dari 300 kepala keluarga di tempat itu terpaksa membangun sendiri huntara dari sisa-sisa bangunan rumahnya yang hancur diterjang tsunami.
Setelah huntara mereka bangun, derita tampaknya tidak berakhir juga. Mereka harus bertahan dengan gempuran banjir rob yang bertandang dua kali sebulan untuk merendam huntara-huntara mereka.
Saya bisa membayangkan bagaimana berat dan sulitnya menjalani kehidupan bagi penyintas bencana di huntara itu sejak lebih dari dua tahun lalu, yaaa.. lebih dari dua tahun lalu atau sejak malapetaka bernama bencana itu menerjang.
Saya tidak akan mengulang pertanyaan-pertanyaan yang sering mereka ajukan. Saya hanya ingin mengulang yang satu ini, masih manusiawikah kita..?
#photojournalist #photojournalism #reportage #storytelling #documentary #disaster #survivors #earthquake #tsunami #temporaryshelter #tompe #donggala #bmzimages
Foto-foto ini sudah ditayangkan di laman instagram @bmz_bmz