TERPAL plastik berukuran sekitar 6 x 6 meter terhampar di depan masjid, tepat di pertigaan gerbang jalan menuju Hunian Mandiri Mamboro, Palu, Minggu (9/4/2023). Beberapa bocah berlarian di atas hamparan itu. Seorang ibu berteriak lantang karena terpal itu menjadi kusut karena bocah tadi.
Beberapa ibu-ibu terlihat mempersiapkan aneka penganan lengkap dengan makanan “berat”. Ibu-ibu lainnya menata air kemasan di atas meja, yang lainnya sibuk menyendok es buah ke dalam gelas.
Bapak-bapak yang juga ikut nimbrung tak mau kalah. Di antara mereka ada yang menyiapkan keran air di dekat masjid untuk digunakan berwudhu bagi tetamu yang akan datang. Sementara yang lainnya memunguti dedaunan yang mengotori hamparan terpal plastik yang akan digunakan sebagai tempat duduk.
Ya, sebentar lagi akan digelar buka puasa bersama di Huntap yang pernah mendapat penilaian terbaik oleh PBB sebagai World Habitat Awards Bronze Winner 2021 karena kemandirian dalam rekonstruksi pascabencana 2018 lalu itu.
Waktu menunjukkan pukul 18.10 Wita, sesaat lagi waktu buka puasa tiba. Warga berdatangan, setidaknya sejumlah 38 Kepala Keluarga (KK), yaitu jumlah KK yang menghuni huntap tersebut. Tak ada seremonial meski pada kesempatan itu hadir Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu Ibnu Mundzir, Lurah Mamboro Megawati Muid, Direktur Yayasan Rubalang Tofan Saputra, dan Direktur Yayasan Arkom Palu Abdi Saputra.
Tak seremonial saja, pengungkapan soal tragedi bencana tsunami yang “mencaik-cabik” kehidupan dan membuat warga setempat berada di Huntap itu pun tak ada sama sekali. Semua larut dalam balutan religi ritual buka puasa bersama.
Bisa jadi oleh warga setempat, tsunami biarlah jadi kenangan. Ia tidak boleh mengubah kembali tatanan kehidupan warga yang mulai membaik, terus bangkit dan menata dengan optimisme tinggi. Tsunami biarlah menjadi babak lain dalam hidup sebagai bagaian dari dinamika.
“Allahu akbar, Allahu akbar,” suara itu terdengar live dari sebuah saluran televisi. Waktunya berbuka puasa.
Setelah membasahi kerongkongan dengan air yang sudah disiapkan sebelumnya, warga bersama tetamu bergegas masuk ke masjid untuk menunaikan shalat maghrib. Sesuai sunnahnya, tidak cukup panjang shalat maghrib itu digelar dan lalu makan bersama.
Dengan senda gurau populer dan suasana kebersamaan yang sudah terbangun sejak Huntap itu berdiri, warga bergembira dengan kegiatan buka puasa bersama yang difasiltisai dua lembaga pemerhati lingkungan yakni Yayasan Rumah Bahari Gemilang (Rubalang) dan Yayasan Arkom Palu itu.
“Ini kerja kolektif, keakraban dan gotong royong di huntap ini masih sangat terjaga. Kita ini sama-sama, seperasaan, senasib, dan sepenanggungan. Jadi jika ada hal-hal yang terlihat berat, akan “dikeroyok” bersama sehingga menjadi ringan,” kata Ketua RT, Syamsuddin usai buka puasa bersama itu.
Karena kolektifitas itulah yang menurut Syamsuddin yang terus dijaga di huntap itu sehingga hal-hal seperti buka puasa bersama dapat diselenggarakan dengan baik.
“Semuanya terlibat, semuanya mengambil peran, karena semua merasa ini adalah untuk kita, untuk kepentingan bersama kita,” tandasnya lagi.
Ia mencontohkan kembali gelaran buka puasa bersama itu yang kesemuanya melibatkan seluruh penghuni kawasan huntap, mulai dari ibu-ibu, anak-anak, hingga orang tua, mulai dari yang memasak, menyiapkan tempatnya, menata perlengkapannya dan seterusnya adalah kolektifitas bersama.
“Dabu-dabunya mantap. Hidup ibu-ibu,” teriak salah seorang warga.
“Besok buka puasa bersama lagi,” sambung warga lainnya disambut tawa seluruhnya.
Buka puasa bersama itu adalah rangkaian dari kegiatan Taman Anak Jaga Lingkungan (Takjil) Pesisir oleh Yayasan Rubalang bersama Arkom Palu.
“Saya bangga dengan kebersamaan warga disini. Masakannya juga enak,” aku Lurah Mamboro, Megawati Muid saat akan beranjak pulang. ***
By Basri Marzuki