PAK Yusuf sibuk memindahkan botol plastik bekas kemasan air minum yang terikat di sebilah bambu dan tertancap di beberapa titik di sawahnya yang sudah menguning dan siap panen. Botol bekas yang berfungsi sebagai perangkap hama itu harus dipindahkan karena jika tidak, akan digilas kendaraan pemanen padi yang sudah siap di ujung petak sawah.
Sabtu (11/2/2023) pagi itu pak Yusuf akan memanen padi sawahnya yang kedua kalinya yang diolah dengan sistem pertanian organik, luasannya mencapai 30 are yang terletak di Desa Kolona, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Sebelumnya ia memanen padi di lokasi yang sama menjelang akhir 2022 lalu. Ia memutuskan untuk melanjutkan mengolah sawahnya itu dengan sistem organik karena hasil yang diperolehnya dinilainya di luar dugaannya.
“Alhamdulillah, saat itu saya kaget sendiri dengan hasilnya karena cukup banyak dibandingkan dengan cara konvensional,” aku Yusuf yang karena keberhasilannya itu didapuk menjadi Ketua Kelompok Tani Tora Mengkena di wilayah itu.
Ia tidak ragu lagi menerapkan sistem pertanian padi sawah organik itu. Selain keberhasilan di musim tanam pertama lalu, pendampingan, bimbingan teknis dan binaan yang diberikan oleh PT Vale Indonesia dalam program pemberdayaan dinilai sudah menjadi bekal yang cukup.
Suara kendaraan pemanen padi berderu dari ujung pematang sawah. Kendaraan itu mulai menyisir padi dari sisi kiri lalu berbelok ke sisi kanan, terus memutar hingga berhenti sesaat untuk mengarungkan padi yang telah tertampung di bak penampungan kendaraan pemanen tersebut.
Yusuf terlihat sumringah mengangkat karung-karung berisi gabah dari bak kendaraan pemanen padi. Satu demi satu karung ditumpuk di pematang. Beberapa petani anggota kelompoknya ikut membantunya menumpuk karung berisi gabah itu.
“Ini belum bisa dipastikan jumlah hasilnya karena belum semuanya dikarungkan. Tapi perkiraan saya, besar kemungkinan akan mencapai empat ton,” prediksi Yusuf sembari tersenyum.
Ia bergelagat puas dengan perkiraan hasil itu. Pasalnya, jika dibandingkan dengan pengolahan dengan cara konvensional, akan sulit mendapatkan hasil sebanyak itu dengan luasan sawah hanya 30 are.
Pertanian Organik Lebih Menguntungkan
Yusuf bercerita, hasil sebanyak itu bisa diperoleh karena mengolah padi dengan sistem organik memberikan hasil yang lebih optimal. Dari segi bibit misalnya, sistem organik memungkinkan penggunaan bibit yang minimal tapi dengan hasil yang besar jika dibandingkan dengan sistem konvensional.
Satu hektar lahan sawah yang diolah dengan sistem konvensional paling tidak butuh sekitar 50 kilogram bibit. Tapi dengan sistem organik katanya hanya butuh sekitar lima kilogram bibit. Jadi dari sisi ini saja sudah terlihat selisihnya yang besar.
“Satu butir bibit padi organik dapat menumbuhkan lebih dari 10 anakan dibandingkan dengan konvensional yang hingga dipanen tetap akan menghasilkan satu pohon padi,” kata Yusuf sembari memperlihatkan perbandingan kedua tanaman padi itu.
Keunggulan sistem organik itu lanjutnya tidak sebatas itu saja, dalam hal perawatan tanaman, jauh lebih menguntungkan sistem organik dibanding konvensional. Ia mencontohkan seperti dalam hal pemupukan, penyiangan, pembasmian hama, hinga harga jual produk beras.
Pupuk yang kerap menjadi momok bagi petani dalam usaha taninya menurut Yusuf justeru tidak menjadi hal yang mengkuatirkan dengan pengolahan padi sawah sistem organik karena pemupukan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami yang cukup tersedia di sekitarnya.
Rumput-rumput atau gulma pengganggu yang biasanya menjadi penghambat bagi pertumbuhan tanaman padi juga diatasi dengan penerapan teknologi penyiangan yang alami tanpa harus mengeluarkan biaya untuk membeli pestisida.
Begitu pula dengan penanganan hama yang kerap menyerang tanaman padi. Teknologi tepat guna dengan memanfaatkan botol plastik bekas air kemasan terbukti dapat menangkal serang hama seperti wereng, walang sangi dan hama sejenisnya.
Pendampingan Petani Padi Organik
Yusuf mengaku, pengetahuan-pengetahuan teknis bertani secara organik seperti itu tidak didapatkan begitu saja, melainkan melalui sebuah proses pendampingan yang dilakukan PT Vale Indonesia secara periodik sejak beberapa waktu lalu.
“Saya bersyukur mendapat kesempatan dibina oleh Tim dari PT Vale Indonesia. Semua pengetahuan bercocok tanam dengan metode organik ini saya dapat dari pelatihan yang dilaksanakan PT Vale Indonesia,” akunya.
Sebagai petani, tak semua hasil usaha tani itu dilempar ke pasar, sebagiannya disisakan untuk konsumsi keluarga. Yusuf bersyukur karena pendampingan oleh PT Vale Indonesia tidak hanya berakhir pada teknik budidaya padi dengan sistem organik, namun juga pada pasca panen termasuk dalam penyerapan hasil produksi.
“Semua hasil panen diserap oleh PT Vale Indonesia dalam bentuk beras,” tandasnya.
Ia menyebut, berbeda dengan produk beras yang dikenal secara umum yang harganya sangat fluktuatif dan cenderung turun harganya ketika sedang terjadi panen raya. Beras organik menurutnya justeru sebaliknya, trend harganya cenderung naik.
“Di tingkat petani harganya saat ini sebesar Rp20 ribu per kilogram, dan PT Vale Indonesia siap menampung berapapun hasil produksi kami, bahkan kami belum bisa memenuhi permintaan serapan pasar PT Vale,” sebut Yusuf lagi.
Yusuf mengaku, dari hasil usaha tani sistem organik yang sudah diterapkannya itu, ia mampu memenuhi tuntutan ekonomi keluarga dalam keadaan cukup.
“Tidak banyak juga, tapi sangat cukuplah untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya merendah.
Tebar Berkah ke Petani Lainnya
Menyadari berkah dari pertanian padi sawah organik itu, Yusuf tidak ingin menikmatinya sendiri. Ia berusaha mengajak sesamanya petani untuk menerapkan hal yang sama.
“Tantangannya juga berat, karena petani di sini umumnya ingin melihat bukti dulu baru mau ikut. Nah sekarang saya buktikan keuntungannya, dan alhamdulillah sudah ada beberapa orang yang mulai ikut menerapkannya,” ujarnya.
Para petani lainnya yang menyadari berkah dari sistem organik itu kemudian membentuk kelompok tani yang diberi nama Tora Mengkena dan mendapuk Yusuf sebagai ketuanya.
Perlahan namun pasti, Yusuf meyakini akan semakin banyak Yusuf-Yusuf lain yang akan menuai berkah dengan menerapkan sistem bercocok tanam organik yang sudah diterapkannya, karena faktanya ia mendapat banyak berkah dari bertani dengan sistem organik seperti itu.
Pemberdayaan Masyarakat oleh PT Vale Indonesia
Sementara itu, program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan PT Vale Indonesia di Kabupaten Morowali sudah berjalan jauh sebelum Indonesia Growth Project (IGP) yang baru memulai aktivtas pembangunannya pada 10 Februari 2023 belum lama ini.
Proyek senilai Rp35,7 triliun itu dikelola PT Vale Indonesia melalui perusahaan bentukannya PT Bahodopi Nickle Smelting Indonesia (BNSI) bersama Xinhia dan Tisco di dua lokasi di Morowali, yakni di Desa Bohomotefe untuk proyek penambangan dan di Desa Sambalagi untuk proyek pengolahan nikel atau smelter.
Berbagai program pemberdayaan masyarakat sudah dilakukan sebelumnya, antara lain pembangunan satu-satunya Puskesmas di Desa Bohomotefe, Bungku Timur yang bahkan sudah dilakukan sejak 2010 lalu dan sejumlah program lain yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak.
Community Development PT Vale Indonesia, Salwa menjelaskan program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Morowali saat ini menjangkau 13 desa, 10 desa di Kecamatan Bungku Timur, dan tiga desa di Kecamatan Bahodopi.
“Khusus untuk aplikasi pertanian padi sawah dengan sistem organik dilakukan di empat desa, yakni Kolono, Uru Lele, Bahomo Ahi, dan Bohomotefe dan telah kami laksanakan sejak 2021,” jelas Salwa, Sabtu (11/2/2023).
Salwa melanjutkan, implementasi pertanian padi sawah dengan sistem organik ini sudah memasuk tahap musim panen kedua dengan luas lahan garapan mencapai 2,7 hektare dan untuk musim tanam ketiga nantinya diperkirakan sudah mencapai lima hektare.
“Semua implementasi sistem organik pada metoda bercocok tanam padi sawah itu mereplikasi implementasi metode yang sama yang dilakukan di Soroako, Luwu Timur,” imbuhnya.
Komitmen Pertambangan Berkelanjutan
Sebelumnya, CEO PT Vale Indonesia, Febriany Eddy menegaskan, ia akan mereduplikasi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukannya selama puluhan tahun di Blok Soroako, Kabupaten Luwu Timur ke Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali, tak terkecuali sistem bercocok tanam dengan padi sawah organik.
“Sejauh ini kita sudah memberdayakan para petani dengan sistem organik dan telah mencakup hingga tiga ribu hektare di Soroako,” ungkap Febriany pada kesempatan seremoni Groundbreaking IGP di Desa Sambalagi, Bungku Timur, Morowali, Jumat (11/2/2023) lalu.
PT Vale Indonesia menurut Febriany adalah perusahaan yang berkomitmen penuh dengan industri pertambangan berkelanjutan yang implementasinya juga mencakup pemberdayaan ekonomi terutama masyarakat yang berada di sekitar lingkar tambang.
“Kami akan melakukan praktik tambang dengan tetap menjaga anugerah Ilahi,” tandas Febriany. ***
*) Penulis: Basri Marzuki