PALU, beritapalu | Sejumlah penyintas bencana 2018 silam yang menamakan diri dari Forum Penyintas Bencana Layana mendatangi Kantor DPRD Sulawesi Tengah di Jalan Dr Sam Ratulangi, Senin (9/1/2023).
Kedatangan mereka ke kantor itu untuk meminta dukungan agar mendesak pemerintah setempat untuk menyediakan lahan huntap bagi mereka. Pasalnya, mereka telah “terusir” dari huntara yang selama empat tahun telah ditempatinya sejak bencana lalu.
Terusirnya mereka dari Huntara bukan tanpa alasan. Lahan yang ditempati Huntara mereka berdiri adalah milik seorang pribadi dengan status pinjam pakai. Lahan tersebut telah digunakan sejak 2018 lalu dan sesuai perjanjiannya akan berakhir pada 2020.
Namun hingga akhir 2020, ternyata Huntap yang dijanjikan pemerintah tidak kunjung ada, sehingga pemilik lahan membijaksanai perpanjangan lahan huntara itu untuk dipakai hingga dua tahun berikutnya lagi, atau hingga 2022.
Nah, saat ini waktu perpanjangan masa pakai lahan tersebut sudah selesai dan sang pemilik lahan sudah akan menggunakan Kembali lahannya. Dengan terpaksa, para penyintas yang jumlahnya sedikitnya 77 Kepala Keluarga itu harus angkat kaki dari lahan itu.
“Pemilik lahan tidak bisa disalahkan, karena itu adalah haknya dan bahkan sudah membijaksanai hingga perpanjangan dua tahun lagi. Kalau pemilik lahan ingin menggunakan Kembali lahannya, itu adalah hal yang wajar dan tak dapat disalahkan,” ujar salah seorang pengunjuk rasa.
Lalu, kemana ke-77 KK itu bernaung? Sebagian luntang-lantung menumpang di rumah keluarganya. Sebagian lagi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
“Ini derita kami, dan karena itulah kami dating kemarin,” tambah seorang ibu lainnya yang ikut ambil bagian dalam aksi itu.
Mereka mendesak pemerintah agar segera menyiapkan lahan bagi mereka untuk dibuatkan huntap. Mereka juga tak mungkin lagi Kembali ke huntara, karena selain pemilik lahan ingin menggunakan kembali lahannya, huntara di tempat itu juga sudah “koyak” termakan usia.
Desakan penyintas yang hari itu tak hanya mebawa pamplet dan spanduk tetapi juga membawa serta anak-anaknya dan bahkan peralatan dapurnya. Mereka juga melakukan aksi teaterikal dengan membentangkan spanduk di depan Gedung tersebut lalu berbaring di atasnya.
Beberapa saat kemudian, dua orang anggota DPRD Sulteng yakni Alimuddin Paada dan Rosmini A Batalipu menemui mereka.
Alimuddin Paada mengaku turut menyumbang biaya pembebasan lahan untuk para penyintas Layana itu. Meski begitu, ia juga meyakinkan akan mengundang para pihak terkait tuntutan para penyintas tersebut.
“Jika kita disuruh memilih, tentu tidak ada yang menginginkan bencana ini terjadi,” pekik seorang penyintas. Mereka tertib membubarkan diri. (afd)