POSO, beritapalu | Yombu Wuri, seorang tokoh masyarakat adat Danau Poso keberatan atas penamaan jembatan Yondo mPamona yang dibangun oleh PT Poso Energy – pengelola PLTA Sulewana di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah.
Keberatan Yombu Wuri itu beralasan, karena menurutnya nama Yondo mPamona memiliki nilai sejarah dan adat bagi masyarakat yang hidup di sekitar Danau Poso. Sedangkan jembatan yang dibangun oleh Poso Energy dan terbuat dari besi setelah membongkar jembatah kayu sebelumnya dinilai tidak memiliki arti apa-apa.
Tak itu saja, mengatasnamakan warga yang bermukim di sekitar Danau Poso, Yombu Wuri juga menyatakan keberatan atas peresmian jembatan itu oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif karena dinilai tidak sesuai dengan visi misi pengembangan pariwisata berbasis kekayaan alam dan kearifian lokal seperti sering didengungkan oleh Menteri.
Keberatan Yiombu Wuri itu dituangkan dalam sebuah surat terbuka. Berikut surat terbuka tersebut :
Kepada yang terhormat,
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Saya, Yombu Wuri, Warga Pamona Poso yang tinggal di tepi Danau Poso. Saya hanya salah satu dari ribuan warga Pamona di Kabupaten Poso yang hendak menyampaikan suara kami tentang budaya lokal dan pariwisata di Danau Poso.
Bapak Menteri, dalam banyak kesempatan selalu mengatakan bahwa pariwisata di Indonesia akan bergerak ke arah pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Bapak Menteri juga mengatakan bahwa kearifan lokal dan kekayaan alam menjadi basis pariwisata yang bisa menciptakan ekonomi kreatif.
Sebagai orang Pamona, Poso , saya mengagumi dan sepakat dengan pemikiran bapak Mentri tentang kearifan lokal dan kekayaan alam sebagai basis pariwisata. Apalagi, di Kabupaten Poso kami memiliki Danau Poso yang bukan hanya memiliki keunikan dan kekayaan alam yang luar biasa tapi juga kearifan lokal.
Mendengarkan dan belajar dari konsep pariwisata yang Bapak Menteri kembangkan saat ini, kami merasa bahwa Danau Poso yang kami miliki bisa mendukung apa yang menjadi visi misi Kementrian pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Danau Poso adalah danau purba yang memiliki ikan , siput, udang endemik , dan fauna endemik, juga memiliki tradisi budaya leluhur dalam menangkap ikan dengan cara unik seperti mosango, wayamasapi, monyilo dan wuwu. Kami juga pernah memiliki jembatan yang sejarahnya merupakan simbol gotong royong masyarakat di sekeliling Danau Poso.
Selama beratus tahun lamanya secara bergenerasi, kami dihidupi oleh Danau Poso. Kebudayaan kami dibentuk oleh Danau Poso. Kami bangga akan hal itu.
Bapak Menteri yang terhormat,
Sekarang kehidupan kebudayaan kami di danau Poso satu persatu mulai hilang. Kehidupan budaya yang hilang satu persatu ini akan mempengaruhi visi dan misi pariwisata yang berbasis budaya lokal.
Perusahaan dengan nama PT Poso Energy telah membuat 2 bendungan PLTA dengan menggunakan air Danau Poso. Dalam proses membuat bendungan itu, banyak kebudayaan Danau Poso menjadi hilang. Wilayah untuk Mosango sudah tidak bisa dilakukan lagi karena elevasi air berada pada ketinggian yang ditentukan oleh bendungan PLTA. Wayamasapi, pagar ikan sidat dibongkar saat pengerukan sungai dan Monyilo sudah tidak bisa lagi dilakukan karena kedalaman air.
Bapak Mentri yang terhormat,
Selama berpuluh tahun, kekayaan biota Danau Poso adalah laboratorium alami dunia yang mendatangkan para peneliti negara. Selama bertahun-tahun, keindahan alam dan tradisi budaya di Danau telah menjadi daya tarik utama turis asing yang datang ke Danau Poso.
Bukankah pariwisata yang berbasis budaya lokal dari kekayaan alam yang selama ini bapak Menteri usulkan penting dikembangkan? Sekarang ini sudah mulai dihilangkan satu persatu. Salah satu yang juga sudah hilang adalah jembatan Pamona atau Yondo mPamona. Dulu. Di hulu Sungai Poso, terbentang sebuah jembatan kayu sepanjang lebih 200 meter, namanya Yondo mPamona.
Jembatan ini memiliki sejarah panjang yang bermula di awal abad 20. Kala itu masyarakat di seberang timur membutuhkan jembatan penyeberangan untuk mengangkut hasil sawah dari seberang barat. Untuk kebutuhan tersebut, mereka membangun jembatan darurat secara gotong royong, berbahan bambu dengan atap daun Rumbia Jembatan ini dibangun secara gotong royong dengan melibatkan masyarakat – yang dalam pembagian wilayah pemerintahan sekarang ini – dari Kecamatan Pamona Utara, Pamona Puselemba, Pamona Barat, Pamona Selatan, Pamona Tenggara, dan Pamona Timur.
Gotong royong yang digagas ini adalah “gotong royong total”, di mana seluruh bahan jembatan dan biaya selama pembuatannya disiapkan oleh masyarakat desa yang dilibatkan. Masing-masing desa diberi tanggung jawab mendirikan sekian meter jembatan yang disesuaikan dengan jumlah warganya, dengan jenis kayu yang sudah ditentukan berdasarkan kwalitasnya.
Masyarakat dari masing-masing desa dengan saling menyemangati berjibaku menyelesaikan bagiannya. Semuanya dikerjakan secara manual. Mereka menebang kayu dengan kampak, membuat balak, papan tebal dengan gergaji manual. Mereka mengangkut material jembatan melalui darat dan air Danau
Ketika peresmiannya, digelarlah acara yang sangat meriah. Ada penggalan syair lagu yang diciptakan sehubungan dengan peresmian tersebut yang bertutur:
Puu mboto ondae dan tentena
Dulunya satu satu skarang jadi Satu
Sebagai bukti jembatan puselemba
Bayangan kemakmuran kecamatan Pamona
Dari syair tersebut nampak jelas makna kehadiran jembatan hasil gotong royong itu sebagai pemersatu dan simbol kemakmuran dalam arti yng luas. Jembatan tersebut dipandang sebagai karya besar sehingga layak disebut Jembatan Puselemba.
Puselemba adalah “nama besar” bagi kawasan Tentena dan sekitarnya sebagai pusat pemerintahan raja Rumbenunu yang berkedudukan di bukit Pamona, di mana suku pamona dulunya bermukim dan akhirnya menyebar keberbagai wilayah di “Tana Poso”.
Bapak Menteri yang terhormat,
Pada bulan November 2019, di tengah-tengah penolakan masyarakat yang berkeberatan atas rencana pembongkaran Yondo mPamona, karena mengingat nilai budaya yang terkandung di dalamnya, jembatan Pamona akhirnya dibongkar. Kini pengganti jembatan itu telah selesai dibangun oleh Poso Energy.
Bapak Menteri yang terhormat,
Kami mendengar, bapak Menteri akan meresmikan jembatan baru yang dibuat oleh Poso Energy. Saya, mewakili banyak orang Pamona yang tinggal di sekeliling Danau Poso menyatakan keberatan .
Keberatan pertama adalah penamaan jembatan sebagai Yondo mPamona. Jembatan ini tidak layak dinamakan Jembatan Pamona/ Yondo mPamona, atau pun Jembatan Puselemba, karena hal itu akan mereduksi nilai “Puselemba” itu sendiri.
Jembatan besi bertangga itu tidak menggambarkan apa-apa tentang apa yang ada di Tana Poso, karena itu berilah nama yang tidak ada kaitannya dengan Tana Poso. Bagi masyarakat Pamona, nama itu penuh makna yang menceritakan kisah, bukan hanya sekedar nama jembatan .Apalagi jembatan ini dibongkar untuk kepentingan pengerukan.
Selain itu, bapak Menteri yang terhormat,
Peresmian jembatan yang akan dilakukan oleh bapak Menteri, tidak sesuai atau bertolak belakang dengan visi misi pariwisata yang selama ini bapak Menteri sampaikan, yaitu berbasis kekayaan alam dan budaya lokal .
Yondo mPamona yang sudah dibongkar ini adalah kearifan lokal masyarakat yang berdiam di sekeliling Danau Poso.
Meresmikan jembatan yang dibuat Poso Energy dengan memberi nama Yondo mPamona akan melukai hati masyarakat . Memberi nama Yondo mPamona akan memanipulasi sejarah dari sebuah kearifan lokal masyarakat.
Karena itu,
Bapak Menteri yang terhormat,
Saya dan Masyarakat Adat Danau Poso menyampaikan keberatan dan penolakan atas rencana peresmian jembatan dengan nama Yondo mPamona. Keberatan dan penolakan kami ini disampaikan dengan maksud menjaga ingatan dan sejarah kearifan lokal yang pernah ada di Danau Poso, yaitu sejarah Yondo mPamona yang sarat dengan filosofi gotong royong.
Bapak Menteri,
Bantu kami untuk bisa menjaga sejarah kearifan lokal
Bantu kami untuk bisa menjaga ingatan atas budaya lokal
Dengarkan suara kami..