Sebelum gempa menghenyak dua tahun lalu, saban hari Minggu pagi selalu menyempatkan diri jalan-jalan ke Pantai Talise, Teluk Palu.
Banyak obyek yang bisa disaksikan dan dinikmati di kawasan itu untuk meregenerasi sel-sel otak yang mumet sepekan sebelumnya, mulai dari menikmati binte di soki-soki yang berada tepat di sisi jembatan kuning, hingga ikut mengguncang-guncang raga dalam alunan musik senam jasmani di anjungan Pantai Talise.
Tapi dari semua kenangan itu, kerinduan yang paling memuncak kini adalah kuda-kuda pacu yang dilatih dan dimandikan di sepanjang bibir pantai.
Tiap Minggu pagi jika cerah, pelatih menuntun kudanya menyusuri pasir pantai. Berjalan dengan ritme dan kecepatan yang harmonik hingga di suatu titik lalu berputar kembali hingga beberapa kali.
Lelah, pastilah bagi si pelatih. “Tapi disitulah seninya bersama kuda,” aku salah seorang pelatih kuda pacu kala itu.
Usai itu, giliran kuda pacu itu ditunggangi si pelatih. Alon-alon saja awalnya, lalu semakin kencang dan dalam menapakkan kaki-kakinya di pasir berwarna krem kecoklatan…
Berikutnya, kuda diistirahatkan sejenak sebelum memasuki ritual memandikan sekaligus mandi bersama.
Momentum inilah yang sangat mengesankan, relationship yang terbangun antara kuda dan sang pelatih demikian dekat, nyaris tak berjarak. Tak sedikit pun rontaan kuda ketika sikat plastik digosokkan ke sekujur tubuhnya. Pun tak ada teriakan keras dari pelatih ketika kuda membelot ingin berenang.
“Apa maumu, itu mauku juga” atau “saya sayang kamu, kamu juga sayang aku” mungkin begitulah bahasa di antara mereka sembari basah-basahan heheheh…
Beberapa waktu pascabencana, kuda-kuda pacu itu sesungguhnya masih sering terlihat di Minggu pagi. Namun ketika batu-batu gajah itu telah menimbun bibir pantai, mungkin itulah akhir dari cerita tentang kuda pacu di Pantai Talise.
Tapi…rinduku terus membuncah..
#photojournalist #photojournalism #reportage #documentary #storytelling #horse #racehorse #palubay #talisebeach #bmzimages
Foto ini sudah dimuat di laman instagram @bmz_bmz