WHO Puji Indonesia atas Kebijakan Pengendalian Tembakau

JAKARTA, beritapalu | Menjelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia, World Health Organization (WHO) memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia atas pengesahan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang dianggap sebagai langkah besar dalam membatasi penggunaan tembakau, khususnya di kalangan anak muda.
Aturan yang disahkan mencakup berbagai kebijakan pengendalian tembakau, antara lain: menaikkan batas usia minimum pembelian rokok dan produk nikotin menjadi 21 tahun; melarang penjualan rokok ecer per batang; mewajibkan peringatan kesehatan bergambar pada 50% kemasan; melarang penggunaan perisa dan zat aditif dalam produk nikotin; dan menetapkan larangan iklan rokok di media social.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya mematikan produk tembakau dan nikotin.
Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, menyebut peraturan baru ini sebagai terobosan dalam upaya melindungi generasi mendatang. “Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen politik yang kuat dan kesadaran bahwa melindungi kesehatan anak muda adalah bagian dari mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 30,8% penduduk berusia 15 tahun ke atas menggunakan tembakau, dengan perbandingan laki-laki 57,9% dan perempuan 3,3%. Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 mengungkap bahwa penggunaan rokok elektronik meningkat tajam, dari 0,3% pada 2011 menjadi 3,0% pada 2021. Lebih mengkhawatirkan, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat bahwa 12,4% siswa usia 13–17 tahun menggunakan rokok elektronik, menandai tren yang perlu segera diatasi.
Menghadapi ancaman ini, WHO menyerukan agar Indonesia melanjutkan momentum dan menerapkan kebijakan kemasan standar untuk semua produk tembakau dan nikotin.
Kemasan standar atau kemasan polos berarti tidak mencantumkan logo merek, warna, atau unsur promosi, hanya menyebutkan merek dengan huruf standar dan peringatan kesehatan besar.
Bukti menunjukkan bahwa langkah ini mengurangi daya tarik produk tembakau bagi anak muda, mencegah kemasan digunakan sebagai alat pemasaran, menghilangkan kesan keliru tentang keamanan produk, dan meningkatkan visibilitas peringatan Kesehatan.
Saat ini, 25 negara telah mengadopsi kemasan standar, dan empat negara lainnya dalam tahap implementasi. Di G20, kebijakan ini telah diterapkan di Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Türkiye. Di ASEAN, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand telah mulai menerapkan kemasan standar dengan hasil positif.
Industri tembakau kerap menentang kebijakan ini, mengklaim dapat memicu perdagangan ilegal dan merugikan usaha kecil. Namun, bukti di negara-negara yang sudah menerapkannya, seperti Australia, menunjukkan bahwa kebijakan ini berhasil menurunkan angka perokok dan meningkatkan upaya berhenti merokok.
Pasal 435 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 telah memberikan dasar hukum bagi penerapan kemasan standar. Kini, dibutuhkan peraturan teknis agar kebijakan ini dapat segera diberlakukan.
“Sekaranglah saatnya,” tegas Dr. Paranietharan. “Kemasan standar terbukti mampu mengurangi daya tarik tembakau dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia sudah memiliki dasar hukumnya—yang dibutuhkan sekarang adalah aksi nyata.”
Dengan regulasi yang semakin ketat dan dorongan dari WHO, Indonesia tengah menuju perlindungan kesehatan masyarakat yang lebih kuat, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap dampak tembakau dan rokok elektronik. (afd/*)