Jurnalis Lawan Ancaman terhadap Kebebasan Pers di Sulawesi Tengah

PALU, beritapalu | Koalisi Roemah Jurnalis Sulawesi Tengah (KRJ-ST) yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Sedunia (1 Mei) dan Hari Kebebasan Pers Sedunia (3 Mei). Aksi ini menjadi wujud protes atas tekanan yang semakin mempersempit kebebasan pers.
Puluhan jurnalis berkumpul di Sekretariat Roemah Jurnalis Sulteng, Jalan Ahmad Yani, lalu berbaris menuju kantor DPRD Sulawesi Tengah dengan membawa spanduk dan poster dengan beragam tulisan seperti: “Stop Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan”, “Jurnalis Juga Buruh”, “Ada Rilis Kami Diundang, Ada Kritik Kami Ditendang”.
Sebagai bentuk protes, para jurnalis dari berbagai media, baik cetak, online, maupun elektronik, menanggalkan ID card mereka ke dalam kantong plastik sampah, lalu menaburkan bunga dan daun pandan di atasnya—melambangkan kebebasan pers yang semakin terkekang.
Koordinator lapangan Elwin Kandabu menegaskan, tahun 2025 menjadi tahun suram bagi dunia media di Indonesia. Gelombang PHK di industri media semakin memburuk, sementara masih banyak jurnalis yang belum memahami pentingnya Serikat Pekerja dalam melindungi hak-hak mereka.
“Jurnalis di daerah menghadapi tekanan yang tak kalah berat. Mereka dituntut bekerja ekstra tanpa jaminan kesejahteraan yang layak. Status jurnalis kontributor TV nasional maupun media cetak/online masih tidak jelas, memperparah ketidakpastian nasib mereka,” kata Elwin.
Selain isu kesejahteraan, jurnalis juga menghadapi intimidasi, kekerasan fisik, dan ancaman dalam menjalankan tugas jurnalistik. Hal ini semakin mempersempit kebebasan pers, yang pada akhirnya berdampak pada demokrasi.
Dalam aksi tersebut, jurnalis menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya: mendesak perusahaan media besar untuk memberikan upah layak, jaminan kesehatan, ketenagakerjaan, serta cuti hamil dan melahirkan bagi jurnalis perempuan.
Menuntut status kontributor jurnalis daerah di media nasional agar ditetapkan sebagai karyawan tetap; Menolak upaya union busting dan memastikan kebebasan jurnalis untuk mendirikan serikat pekerja; Meminta perusahaan media lokal Sulawesi Tengah untuk melakukan verifikasi Dewan Pers demi meningkatkan profesionalisme.
Menuntut aparat negara agar menghentikan segala bentuk intimidasi, kekerasan fisik, dan pembungkaman terhadap jurnalis; Mengusut pelanggaran terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan memproses hukum para pelakunya; Mendorong keterlibatan jurnalis dalam kebijakan publik, seperti dalam dewan pengupahan, lembaga penyiaran, dan keterbukaan informasi daerah.
Setelah orasi, perwakilan PFI, IJTI, dan AJI bergantian menyampaikan pandangan mereka sebelum beraudiensi dengan Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Aristan, di Ruang Paripurna.
Dalam audiensi, sejumlah masalah mengemuka di antaranya: terbatasnya akses informasi dokumen dari OPD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota; turunnya daya kritis jurnalis terhadap pemerintah akibat hubungan kerja sama yang menghambat independensi pers.
Menanggapi hal ini, Aristan menyatakan bahwa pihak DPRD akan menindaklanjuti kritik tersebut dengan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama OPD terkait untuk mendorong kebijakan yang lebih transparan dan berpihak pada kebebasan pers. (afd/*)