BUOL, beritapalu | Sejumlah petani plasma mengalami tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sekelompok buruh yang bekerja di PT Hardaya Inti Plantation (HIP) di Desa Balau, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol, Selasa (7/5/2024).
Koordinator Forum Petani Plasma Buol (FPPB) Fatrisia Ain dalam keterengan tertulisnya menyebutkan kronologi terjadinya penganiayaan tersebut. Katanya, sekitar pukul 07.00 Wita petani yang selama ini bertahan untuk menutup operasional sementara kebun plasma di wilayah itu menykasikan sekelompok buruh berusaha memuat Tandan Buah Segar (TBS) ke atas sebuah truk.
Setelah dikonfirmasi oleh petani pemilik lahan kepada pihak officer kebun maupun para buruh itu, mereka mengaku tindakanya bukan atas perintah pihak perusahaan (PT HIP) tetapi keinginan sendiri karena ingin mencari penghasilan agar tetap dapat upah dari perusahaan. Itu juga senada dengan pernyataan pihak security perusahaan yang berada di lokasi.
Petani kemudian mencoba menurunkan hasil panen paksa TBS yang telah dimuat di truk jonder tersebut. Namun kelompok buruh dan officer kebun perusahaan mendorong dan menarik paksa tiga orang petani masing-masing Aris (Lk), Masnia (Pr) dan Mada Yunus (Lk) hingga terjatuh dari atas truk dan mengakibatkan cidera.
Aris cidera di kedua lengannya dan paha karena saat didorong tubuhnya sempat terbentur besi jonder hingga terpental jatuh ke tanah. Ia juga disebut dikeroyok oleh sekelompok buruh, dan dadanya dipukul oleh salah seorang security perusahaan. Sedangkan Masnia didorong turun dari atas truk jonder lalu dikeroyok oleh sejumlah buruh dengan cara dijambak hingga kerudungnya terlepas lalu kedua lengannya ditarik. Lalu Mada Yunus terkena buah sawit saat seorang pemanen memaksa melempar TBS ke atas bak jonder kemudian ia didorong sampai jatuh tertelungkup di tanah, mengakibatkan kakinya bengkak tidak dapat berjalan hingga mengalami pusing.
Parisia Ain, menyayangkan terjadinya insiden itu dan menyesali karena sudah kerap terjadi namun tidak ada upaya menghentikannya, terutama antara kelompok buruh dan para petani.
Menurutnya, seharusnya jika memang kelompok buruh ini dipekerjakan dan diupah oleh PT. HIP, maka hubungan ketenagakerjaan adalah dengan pihak perusahaan dan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan setempat.
“Karena dalam penghentian sementara operasional kebun ini petani plasma menuntut haknya dengan mitra inti, PT. HIP, maka buruh dapat menempuh penyelesaian secara hubungan ketenagakerjaan dengan pihak perusahaan pula, bukan justru melakukan pemanenan paksa seperti ini di kebun milik masyarkat, apalagi pihak perusahaan tidak mengakui memerintahkan buruhnya untuk pemanenan tersebut,” kata Patrisia.
Patrisia juga kecewa dengan pemerintah setempat yang lamban dan seolah melakukan pembiaran atas masalah ini. Pembiaran ini menurutnya sangat berbahaya dan dapat dikhawatirkan dapat memicu terjadinya konflik horizontal yang lebih parah lagi.
“Pemerintah daerah seharusnya dapat mengambil langkah yang cepat untuk melindungi hak-hak para pemilik lahan, begitu pula hak ketenagakerjaan pihak buruh perusahaan. Tentu saja yang paling dirugikan ialah pihak patani plasma, yang selama ini tidak pernah mendapat penghasilan apapun dari kebun plasma, dari kemitraanya dengan PT HIP,” sebutnya. (afd/*)