Penangkap Sedimen Untuk Jaga Keberlanjutan Mangrove di Pantai Dupa


PALU, beritapalu | Sejumlah relawan pecinta mangrove membangun permeable dams atau penangkap sedimen untuk mempercepat dan menjaga kelangsungan hidup tanaman bakau di kawasan konservasi mangrove Pantai Dupa, Layana Indah, Palu, Rabu (9/8/2023).
Koordintator Mangrover’s Teluk Palu, Mohammad Najib mengatakan, pembuatan dam penangkap sedimen itu dikerjakan secara mandiri oleh para relawan dengan memanfaatkan bebatuan yang berserakan di sekitar lokasi konservasi.
“Ini baru permulaan dan semuanya dikerjakan oleh relawan. batu-batu yang ada di sekitarnya akan disusun sedemikian rupa hingga membentuk dam. Dam inilah nantinya yang akan menahan sedimen sehingga tidak Kembali hanyut ke laut,” jelas Najib di sela-sela pembuatan dam penahan sedimen itu di Pantai Dupa.
Pemerhati mangrove yang juga koordinator Relawan Mangrove Tomini (Remot), Hamzah Tjakunu yang turun langsung dalam pembuatan permeable dams itu menilai, sejak ditanamnya bakau di kawasan itu empat tahun lalu, pertumbuhannya terbilang lamban.
“Kita bisa lihat sendiri, hanya sebagian dari bakau ini yang tumbuh lebih dari satu meter, selebihnya masih pendek. Seharusnya, di usianya yang sudah empat tahun pertumbuhannya sudah lebih dari dua meter,” nilainya.

Lambannya pertumbuhan itu antara lain karena sistem ekologinya belum sepenuhnya terbentuk akibat bencana tsunami lalu, termasuk belum terbentuknya sedimen yang dibutuhkan bagi tumbuh kembangnya bakau.
“Kalau air pasang atau ada gelombang, sedimen itu terbawa ke pesisir. Jika surut, sedimen itu akan kembali ke laut. Padahal untuk pertumbuhan bakau yang baik membutuhkan sedimen itu. Nah itu sebabnya permeable dams ini harus dibuat agar sedimen itu tertahan,” jelas Ateng, panggilan akrab Hamzah Tjakunu.
Meski mengalami perlambatan pertumbuhan, namun Ateng menilai, bakau yang sudah tumbuh di kawasan itu sudah menunjukkan progress keberlanjutan yang lebih baik ditandai dengan kehadiran spesies baru yang tumbuh secara alami.
Sejauh ini, jenis bakau yang ditanam di kawasan yang sebelumnya rusak berat akibat terjangan gelombang tsunami 2018 itu hanya jenis Rizopora Aculata. Belakangan “tamu” jenis Sonneratia Alba datang sendiri tanpa diundang dan bahkan tumbuh sendiri di kawasan itu.
“Saya menemukan sediktinya tiga pohon jensi Sonneratia Alba di tempat ini. Ini pertanda baik, karena salah satu indikator terbentuknya ekosistem bakau yang sehat adalah kehadiran spesies baru tanpa ditanam. Ini proses alam yang mengesankan dan termasuk unik,” imbuh Ateng lagi. (afd)