SIGI, beritapalu | Anas, salah seorang pelaku UMKM asal Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi mengumbar senyumnya kemana-mana tatkala melangkah keluar dari pintu utama Gedung Joglo, Bukit Indah Doda, Sigi usai mengikuti pertemuan kemitraan bisnis dengan sejumlah calon mitra dan investor, Jumat (23/6/2023).
Senyum sumringah itu kian merekah ketika sesama pelaku UMKM lainnya yang hadir dalam rangkaian Festival Lestari ke-5 itu berkongkow-kongkow tentang hasil pertemuan negosiasi dengan para calon mitra investor yang telah menjejalinya dengan banyak pertanyaan bak ujian skripsi.
Anas dengan penuh semangat menceritakannya kepada sesamanya itu sedetail mungkin mulai dari bahan baku kerajinan anyaman yang dibuatnya, proses produksi, hingga pemasarannya. Tak luput pula pertanyaan tentang omzet dan kemampuan produksinya serta tenaga kerja yang digunakannya.
Anas adalah pelaku UMKM yang memproduksi berbagai kerajinan tangan dari bahan Tiko, yaitu sejenis rumput liar besar menjulang yang tumbuh di sekitar rawa dan menjadi anugerah karena banyak terdapat di desanya, Beka. Tiko dianyam sedemikian rupa hingga berbentuk tikar, keranjang, sandal, dan berbagai produk rumah tangga lainnya.
Tiko di Desa Beka menjadi identitas tersendiri bagi warganya, karena hampir semua warga yang berdiam di desa itu memilki keterampilan menganyam tiko yang diwarisi dari orang-orang tua pendahulunya. Belakangan tidak banyak lagi digeluti hingga Anas yang dihempas pandemi COVID-19 tergerak untuk mengangkatnya kembali dalam bentuk usaha rumah tangga sejak tiga tahun terakhir ini.
Anas mengaku, pertemuan bisnisnya yang menurutnya adalah pertama kali dilakukannya dalam bentuk forum pertemuan seperti itu benar-benar menjadi stimulan untuk tetap fokus pada produk yang dihasilkannya, terutama dalam kaitan penerapan prinsip-prinsip keseimbangan alam.
“Calon mitra itu tegas soal wawasan lingkungan, makanya yang ini kami jaga dalam proses produksi nantinya, misalnya bagaimana kami mendapatkan bahan baku dari alam,” cerita Anas.
Dari pertemuan kemitraan itu Anas mengaku menyepakati menyuplai produk sandal anyaman berbahan Tiko pada sebuah hotel berbintang di Palu. Kesepakatan lainnya dibuatnya bersma mitra Lembaga yakni sebuah asosiasi perusahaan perhotelan yang memintanya memasok kerajinan anyaman dalam berbagai bentuknya.
“Jumlahnya juga tidak tanggung-tanggung, 100 unit setiap pekan. Kami akan mengusahakan dapat memenuhinya dengan meningkatkan kapasitas produksi dan menambah tenaga kerja yang saat ini baru lima orang,” ujar Anas sumringah.
Kecap Rempah Asal Palolo
Bukan Anas saja yang ketiban rezeki pada momentum itu, Yeni, salah seorang pengurus Kelompok Perempuan beridentitas Banggele dan bermarkas di Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi merasakan hal yang sama. Produk kecap rempah yang diusahakan kelompoknya mendapat tawaran kemitraan dari enam calon mitra sekaligus dari berbagai daerah.
“Ini luar biasa, selama ini kecap rempah yang kami produksi dari 10 orang perempuan di kelompok kami hanya sebatas pada pasar sekitar,” aku Yeni. Tapi dengan kemitraan ini lanjutnya, ia sudah berpikir untuk merekrut beberapa orang perempuan di desanya untuk meningkatkan produksinya.
Yeni mengatakan, peningkatan baik produksi dan maupun kualitas produk tidaklah sulit karena ketersediaan bahan baku yang cukup banyak di desanya. Demikian pula dengan tenaga kerja perempuan dapat dengan mudah diajaknya bergabung.
“Calon mitra itu akan melihat langsung tempat produksi kami di Palolo dalam waktu dekat ini,” imbuh Yeni bersemangat.
Durian Khas Lemosiranindi
Pelaku UMKM lainnya, Ruslin dari Desa Lemosiranindi di Kecamatan Marawola Barat, Kabupaten Sigi juga terkejut dengan tawaran kemitraan yang diterimanya. Bagaimana tidak, durian varietas lokal yang diusahakannya adalah milik adat atau kepemilikan bersama yang dikumpulkan dari hutan.
“Durian yang kami hasilkan itu tumbuh di hutan-hutan, siapa yang memungutnya, dialah yang memilikinya. Jadi bagaimana kami memenuhi permintaan itu?,” tanyanya.
Meski begitu, Ruslin tidak kehabisan akal. Ia akan menyiasatinya dengan mengumpulkan warga di desanya untuk serempak mengumpulkan durian-durian yang jatuh dari pohonnya. Ruslin juga memikirkan bagaimana membudidayakan buah durian di lereng-lereng perbukitan di desanya. Ia mengira-ngira, jika budidaya itu berhasil, memberi jawab atas permintaan durian varietas lokal bukan persoalan sulit.
Kelor Tembus ke Dubai
Lalu, Gembira Pinem yang mengusahakan produk turunan kelor di Desa Sibedi, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Pasar produknya yang sudah merambah ke Singapura dan Timur Tengah akan makin menyebar dengan kemitraan yang berhasil ia jalin dengan beberapa calon mitra pada pertemuan partnership itu.
“Semoga saja rumah produksi yang sedang dalam pembangunan saat ini sudah bisa selesai dalam waktu dekat sehingga kami bisa lebih leluasa berproduksi,” harap Gembira.
Panitia Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang menginisiasi pertemuan kemitraan pelaku UMKM berbasis alam dalam rangkaian Festival Lestari ke-5 di Sigi itu menilai, momentum pertemuan kemitraan yang baru pertama kali dilakukan di Indoensia ini tidak saja menjadi peta jalan kepada pelaku UMKM untuk mengupgrade kapasitasnya, tetapi sekaligus menjadi wahana untuk mempromosikan produk.
Ini juga diakui oleh beberapa calon mitra yang hadir pada pertemuan itu. Dzulkifli Putra Malawi, salah seorang calon mitra dari Kang Duren misalnya mengutarakan, pertemuan ini tidak semata mempertemukan penyedia dan pemakai produk, tetapi juga upaya berbagi antara produsen dalam hal ini pelaku UMKM dengan kebutuhan mitra.
“Semisal durian, sebelum kita bicara bisnisnya, kita harus sepakat dulu dengan misalnya kualitas, grade, jumlah dan sebagainya. Kalau semua prasyarat itu bisa dipenuhi, urusan bisnis atau transaksinya sudah gampang,” jelas Dzulfikri.
Sekiranya pelaku UMKM bersangkutan lanjutnya belum atau tidak memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh pasar, maka pertemuan itu menjadi sarana untuk mendorong pelaku UMKM melakukan perubahan atau perbaikan-perbaikan sesuai dengan standar pasar.
Hal senada juga dikemukakan Mila, perwakilan dari grup Kopi Tuku di Jakarta. Kehadirannya di Festival Lestari ke-5 itu memang untuk menjajaki kemungkinan bermitra dengan pelaku UMKM yang bergerak di bidang perkopian. Pertemuan kemitraan itu dinilainya sebagai langkah maju untuk mendorong peningkatan kapasitas pada pelaku UMKM, terutama yang bervisi terhadap lingkungan.
“Ada cukup banyak UMKM yang bergerak di bisnis kopi ini di Kabupaten Sigi dan dengan keistimewaannya masing-masing. Tapi harus diketahui bahwa selera pasar itu berbeda-beda apalagi jika mengaitkan kopi tidak hanya sebagai minuman tetapi juga sebagai sebuah lifestyle,” sebut Mila.
Makanya lanjut Mila, perbedaan selera pasar itu dijawab dengan adanya pertemuan kemitraan ini. Ia bahkan berharap agar pertemuan seperti ini tidak dilakukan kali ini saja, namun kontinyu sehingga semangat gotong royong dan restorative yang didengunkannya benar-benar dapat menyentuh hingga ke tingkat tapak.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 waktu setempat. Pertemuan kemitraan itu pun berakhir dengan tebaran senyum dari 30 pelaku UMKM yang terlibat. Gemuruh aplaus panjang menggema memenuhi sudut ruangan sesaat Wakil Bupati Kabupaten Sigi, Samuel Yansen Pongi mengumumkan capaian kesepakatan yang diperoleh dalam pertemuan itu.
“Hingga selesainya pertemuan kemitraan tadi, nilai kesepakatan kemitraan yang tercapai antara pelaku UMKM dengan calon mitra dan investor mencapai 22,7 juta dollar AS,” ujar Samuel.
Samuel membumbui, pada kesepakatan itu bahkan ada calon mitra yang langsung menyebut nilai kesepakatan yang dibuatnya.
Pertemuan kemitraan itu diikuti oleh 30 pelaku UMKM berbasis alam yang berasal dari sembilan anggota Kabupaten Lestari yang tergabung dalam LTKL. Ke-30 UMKM itu terpilih setelah melalui proses kurasi yang ketat dari sekitar 3.000 pelaku UMKM yang melakukan registrasi. (afd/*)