BOGOR, beritapalu | Pengacara PT Agro Nusa Abadi (ANA), Davi Aulia Giffari menyayangkan sikap tidak kesatria dalam kasus klaim lahan yang melibatkan kliennya.
“Tidak benar apa yang disampaikan beberapa pihak dalam suatu forum bahwa PT ANA ilegal,” kata Davi Aulia Giffari yang juga Ketua LBH Keadilan Rakyat dalam rilisnya yang diterima beritapalu.com, Jumat (17/3/2023).
Davi menegaskan, PT ANA memiliki ijin operasional. Perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Morowali Utara itu mengantongi ijin lokasi, IUP dan amdal (analisa dampak lingkungan) yang menjadi dasar dalam melakukan usaha perkebunan. Proses pengurusan sertifikat HGU juga masih terus berlangsung. Musyawarah dengan masyarakat dan koordinasi dengan otoritas pengambil keputusan juga intensif.
“Perusahaan tidak pasif, akan tetapi justru aktif mengurus legalitas tersebut,” tegasnya.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menurutnya, sertifikat HGU baru dapat diterbitkan apabila status lahan telah clear and clean. Artinya, HGU baru dapat diberikan jika kepemilikannya jelas, tidak ada lagi pihak yang mengklaim lahan yang tengah diajukan PT ANA.
Sementara ini katanya, di lapangan ada sejumlah pihak yang mengaku memiliki lahan. Klaim ini berlarut-larut bahkan Pemprov Sulteng pun turun tangan dan memediasi sehingga keluar surat rekomendasi yang salah satu poinnya adalah kegiatan verifikasi di lapangan.
“Verifikasi sangat diperlukan karena ternyata lahan tertentu di-klaim oleh lebih dari satu orang,” lanjut Davi. Ia mengungkapkan, setelah ditotal, luasan yang di-klaim bahkan lebih luas dua sampai tiga kali lipat dari luasan HGU yang tengah diajukan PT ANA.
Dasar kepemilikan masyarakat pun, menurut Davi, memang banyak yang mencurigakan. Itu sebabnya, verifikasi menjadi tahap yang perlu dilakukan. Meskipun, sebelum surat rekomendasi tersebut pun PT ANA bersama aparat desa pernah melakukannya.
“Semua pernyataannya sangat subyektif dan cenderung menimbulkan kesan bahwa perusahaan, pemerintah, aparat penegak hukum tidak manusiawi dan semena-mena,” ungkap Davi. Jika timbul perbedaan pandangan, setelah jalur musyawarah maka pengadilanlah yang menjadi patokan hukum. “Kan kita hidup di negara berdasar hukum,” lanjutnya.
Menurut Davi, kehadiran aparat keamanan, hanya untuk meminimalisir tindakan pencurian yang sangat masif, bahkan sampai mengancam keselamatan karyawan ANA yang bertugas memanen buah di lapangan. Pengamanan tidak pernah digunakan untuk mengintimidasi para klaimer. Padahal, lanjut Davi, sudah jelas para klaimer ini memanen buah dari pohon yang bukan milik mereka.
Putusan MA
“Mereka tidak kesatria. Sengketa tersebut telah melalui pengadilan dan sudah diputus oleh Mahkamah Agung,” kata Davi menunjuk saah satu kasus klaim yang telah diputuskan MA.
Mestinya, menurut Davi, mereka legowo dengan keputusan tersebut. Mahkamah Agung sudah menolak kasasi mereka. Menurutnya, tidak hanya mematuhi perintah pengadilan, mereka pun sebaiknya tidak membangun cerita bahwa putusan tersebut menyelipkan sejumlah kejanggalan.
“Kriminaliasi” juga menurut Davi sangat tidak tepat jika dijadikan istilah dalam melihat kasus hukum antara warga berhadapan dengan perusahaan. Menurut Davi, langkah perusahaan justru dilandasi kesadaran dan komitmen bahwa setiap persoalan hukum harus diserahkan pada penegak hukum.
Warga diperkarakan karena memanen buah kelapa sawit yang ditanam PT ANA. Musyawarah sudah dilakukan. Tapi dengan dalih memiliki lahan, mereka berulang-ulang tetap melakukan tindakan yang merugikan pihak perusahaan.
Perusahaan pun melapor ke aparat kepolisian dan proses hukum pun berlangsung hingga MA. Keputusannya, tindakan warga itu memanen buah sawit PT ANA dinyatakan melanggar hukum.
Perusahaan, menurut Davi, yakin sekali dengan status lahan yang diklaim tersebut. Tanggal 5 November 2016 terjadi transaksi pembayaran sebagian ganti rugi. Mereka juga dilibatkan dalam program kemitraan perusahaan.
Namun pada 15 Januari 2021 memanen sawit dari pohon yang ditanam PT ANA hingga akhirnya ditangkap polisi pada 28 Agustus 2021 setelah berulang-ulang melakukan tindakan yang sama walau diajak musyawarah dan diingatkan perusahaan.(*/afd)