DONGGALA, beritapalu | Komunitas Seangel dan Relawan Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan kegiatan brand audit di Teluk Palu, tepatnya di Kawasan Konservasi Mangrove, kelurahan Kabonga Besar, Kabupaten Donggala, Minggu (16/10/2022).
Kegiatan brand audit dilakukan untuk memperoleh informasi tentang brand-brand yang packaging-nya banyak ditemukan di Teluk Palu.
“Kami memunggut sampah plastik yang ada di Teluk Palu, kemudian mengumpulkan dan mengumpulkan menurut produsen yang memproduksi brand-brand yang sampahnya ditemukan di sepanjang Teluk Palu,” ungkap Koordinator Komunitas Seangel Kota Palu Abizar Ghiffary di sela-sela audit brand tersebut.
Ia mengatakan, kegiatan brand audit dilakukan di tiga lokasi masing-masing Pantai Dupa Layana Indah Palu, Pantai Talise Palu, Kawasan Konservasi Mangrove Kabonga Donggala, dan Pantai Tanjung Karang, Donggala.
“Kami memungut sampling sampah di keempat pantai dan mengumpulkan sebanyak 200 spesimen sampah plastik dan yang paling banyak kami temukan adalah jenis sampah sachet sekitar 72 persen dari total sampah yang berhasil kami punggut,” beber peneliti ESN, Prigi Arisandi,
Prigi mengungkapkan, bahwa sampah-sampah yang menumpuk di pantai Teluk Palu berupa sachet packaging makanan minuman, produk personal care dan botol air minum.
Kegiatan brand audit ini juga dilakukan dalam rangka kegiatan pembersihan pantai dan terumbu karang dari sampah plastik.
”Selama ini komunitas Seangel rutin melakukan kegiatan bersih-bersih pantai dan terumbu karang dari sampah plastic. Sejak 2018 komunitas Seangel juga melakukan kegiatan penanaman mangrove dan transpalasi terumbu karang di Tanjung Karang,” imbuh penggiat Seangle Palu, Abrar Mujahiddin Salman.
Abrar menjelaskan, sampah plastik yang mencemari pantai apabila terjadi secara terus-menerus maka akan bisa berdampak pada matinya mangrove dan terumbu karang yang sedang dikembangkan. Sampah-sampah plastik akan menjerat dahan-dahan mangrove yang akan tumbuh bahkan jika ada plastik ukuran besar otomatis akan membelit batang mangrove dan karena pengaruh arus, sampah plastik akan mencabut batang mangrove dan akhirnya mati.
Sampah plastik yang semakin banyak jumlahnya juga berdampak pada matinya terumbu karang karena sampah-sampah plastik seperti sachet, styrofoam dan tas kresek menutupi terumbu karang dan menyebabkan kematian.
“Kami terpanggil untuk menyelamatkan terumbu karang dan mangrove. Oleh karena itu kami rutin setiap minggu membersihkan terumbu karang dan mangrove dari jeratan sampah plastic,” tambah Abrar lagi.
Sachet Cemari Teluk Palu
“Jenis sachet yang paling banyak ditemukan berasal dari produk-produk PT Wings seperti So Klin, Mie Sedap, dan beberapa bungkus makanan ringan atau snak. Sedangkan peringkat kedua penyumbang sampah yang mencemari Teluk Palu adalah bungkus personal care dari PT Unilever seperti Rinso, Pepsodent, Rexona dan Sunsilk,” ungkap Prigi Arisandi lagi.
Alumnus Jurusan Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini menjelaskan, lima besar produsen yang sampahnya banyak ditemukan di Teluk Palu adalah PT Indofood, PT Mayora dan PT Garudafood.
Prosentase Sampah Sachet dari Produsen yang Ditemukan di Teluk Palu
No | Produsen | Product | Persentase |
1. | PT WINGS | So Klin, Mie Sedap, Minyak Goreng Sabrina , Krisbee | 47% |
2. | PT UNILEVER | RInso, Clear, Sunsilk, Rexona, Pepsodent | 15% |
3. | INDOFOOD | Indomie Goreng | 12% |
4. | MAYORA | Biskuit Better, kopiko, milkiest Roma | 11% |
5. | GARUDAFOOD | Gerry salut, Garuda rosta kacang | 4% |
BRAND LAIN | P&G, Nestle, Nabati, Siantar Top dan Santos | 11% |
Jenis sampah lain yang juga banyak ditemukan adalah botol plastik minuman ringan dan air minum dalam kemasan. Sampah botol plastik yang paling banyak ditemukan adalah produk dari Mayora (Le Minerale), Danone (Aqua), Coca-cola (Fanta, sprite), OT (The Gelas) dan Alam Mega Jaya Palu (Deal).
“Seharusnya botol-botol plastik ini bisa di daur ulang dan bisa dicegah masuk keperairan, dibutuhkan upaya dari pemerintah kota untuk menahan masuknya sampah botol plastik ke perairan dan kami juga berharap agar warga kota Palu berhenti menggunakan botol plastik sekali pakai,” sebut Abizar Ghiffary.
Tanggung Jawab Produsen
“Produsen harus ikut bertanggungawab atas sampah plastik yang dihasilkan dari bungkus produk mereka,” gugat Prigi Arisandi.
Ia mengatakan, selain dua faktor yang menyebabkan Teluk Palu menjadi tempat sampah yaitu minimnya sarana tempat sampah, pengangkutan sampah dan pengolahan sampah serta pencegahan sampah dari sungai masuk ke perairan teluk Palu, juga karena rendahnya kesadaran masyarakat sehingga buang sampah ke sungai kini menjadi budaya.
Faktor lainnya adalah produsen penghasilkan sampah dari bungkus produk tidak ikut terlibat dalam pengelolaan sampahnya padahal dalam Undang-undang Pengelolaan sampah 18/2008 menyebutkan bahwa produsen bertanggungjawab atas sampah dari bungkus produk yang dihasilkan yang tidak dapat diolah secara alami.
“Produsen besar seperti Wings, Unilever, Indofood, Mayora dan Garuda Food harus bertanggungjawab atas sampah sachet yang dihasilkan dan terbuang ke sungai karena sampah jenis sachet ini tidak dapat didaur ulang karena plastiknya berlapis-lapis, sehingga tidak ada yang mendaurulang dan akhirnya dibuang ke sungai,” sebut Prigi.
Ia menegaskan, produsen yang menghasilkan sampah plastik dan mencemari Teluk Palu harus ikut bertanggungjawab mengolah sampah yang ada di Teluk Palu sebagaimana amanat UU 18/2008.
Pemprov Sulawesi Tengah juga dinilai harus segera membersihkan sampah plastik di Teluk Palu. Begitu pula Pemkot Palu dan Pemkab Donggala harus menyediakan tempat sampah agar warganya tidak buang sampah ke perairan dan berakhir di Teluk Palu.
Pemkot Palu dan Pemkab Donggala disebutnya harus aktif mencegah masuknya sampah dari kedua wilayah ke Teluk Palu dan membuat Perda larangan penggunaan plastik sekali pakai. Tak itu saja, pengawasan atas aturan sampah itu harus dilakukan, termasuk membentuk, menggandeng dan mendukung kegiatan komunitas-komunitas yang merawat kualitas lingkungan Teluk Palu dan pengendalian pencemaran air di sungai-sungai Kota Palu dan Kabupaten Donggala. (afd)