DONGGALA, beritapalu | Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2015 silam, kini kain tenun Donggala sedang diusulkan ke UNESCO agar menjadi salah satu warisan dunia.
Pengusulan itu disampaikan Kepala Biro Kesra Pemrov Sulteng Amaluddin Ketika mewakili Gubernur Rusdy Mastura pada acara pembukaan Festival Tenun Donggala di Donggala, Kamis (11/8/2022).
Selain memiliki nilai seni dan budaya, kain tenun Donggala atau dalam peristilahan setempat disebut Boya Sabe juga memiliki nilai historis yang tak lepas dari kehadiran Donggala sebagai wilayah yang telah dikenal sejak dulu.
“Semoga usulan ini dapat diterima UNESCO sehingga tentu saja kita akan makin bangga dengan tenun Donggala,” harapnya di depan sejumlah undangan yang hadir pada acara tersebut.
Bupati Donggala, Kasman Lassa mengulas sejarah tenun khas tersebut. Katanya, kain tenun Donggala sudah ada sejak jaman dulu, bahkan sebelum Belanda datang. Kain Donggala dulunya tidak dikomersilkan dan hanya dipakai oleh kalangan Madika atau bangsawan dan keluarganya.
Sebagai kota Pelabuhan, perniagaan di Donggala makin berkembang sejalan dengan berlalunya waktu. Tenun Donggala pun dijadikan cinderamata bagi para pendatang, terutama bagi para pedagang dari berbagai suku bangsa di dunia.
“Tenun Donggala makin mendunia karena menjadi oleh-oleh bagi para pedagang tersebut. Sehingga tidak perlu heran jika orang Eropa pun tahu soal kain tenun Donggala,” kata Kasman Lassa yang saat itu mengenakan setelan boya sabe merah merah lengkap dengan blangkon merah pula.
Sementara itu, pembukaan festival tersebut berlangsung cukup meriah diawali dengan pementasan tari kolosal Pontanu karya Hasan M. Bahasyuan oleh ratusan remaja putri. Penanda pembukaan festival dilakukan dengan memukul gong dari atas panggung.
Peragaan proses pembuatan kain tenun Donggala juga menjadi salah satu agenda dari festival tersebut. Sejumlah perajin kain tenun Donggala dari Desa Towale dihadirkan untuk memeragakan hal itu, mulai dari pewarnaan benang sebagai bahan baku, pemintalan, pengaturan motif, penenungan, hingga terciptanya produk akhir berupa kain tenun Donggala.
Sejumlah atraksi seni dan budaya juga ditampilkan seperti pementasan Dade Ndate yang pada 2021 juga sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Beberapa sanggar seni juga ambil bagian pada pertunjukan tersebut.
Secara khusus, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu menampilkan pameran sejarah tenun Donggala dari masa ke masa. Beberapa dokumentasi peralatan tenun tradisional hingga berbagai motif boya sabe juga ditampilkan. Dokumentasi itu diperoleh dari museum di Netherland.
“Tak cukup dengan kebanggaan memiliki kain tenun Donggala yang berharga ini. Terpenting adalah bagaimana melestarikannya. Mewajibkan menggunakan kain tenun pada setiap acara-acara tertentu mungkin salah satu caranya,” ujar seorang pemerhati kain tenun Donggala di arena tersebut.
Festival tersebut berlangsung selama dua hari (Kamis-Jumat, 11/12 Agustus 2022) di Jalan Pelabuhan, Donggala. (afd)