JAKATA, beritapalu | PT Vale menargetkan akan emncapai net zero emisi karbon pada 2050 dengan sasaran antara berupa pengurangan emisi absoulut hingga 33 persen di 2030.
Target itu disampaikan Head of Communications PT Vale, Bayu Aji saat menjadi pembicara pada forum tahunan yang diadakan Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bekerja sama dengan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Forum ini merupakan pertemuan dari para praktisi lingkungan, sosial, dan tata kelola atau sering diistilahkan dengan ESG (Environmental, Social, Governance). PT Vale juga menjadi anggota IBCSD, bersama puluhan perusahaan maupun organisasi yang menaruh perhatian terhadap ESG.
Tahun ini, tema yang diangkat oleh IBCSD adalah “ESG Beyond Compliance: Best Practices of Advancing Sustainability in the Face of Global Complex Challenges”.
Bayu Aji memaparkan, nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik sangat esensial untuk transisi energi dan mendukung penurunan emisi global. Nikel sebagai bahan baku utama baterai yang akan mendukung transisi energi menurutnya harus diproduksi dalam proses yang berkelanjutan, termasuk menggunakan solusi rendah karbon dalam proses penambangan dan pengolahan.
“Sebagaimana perusahaan pertambangan, operasional kami di pabrik pasti menghasilkan emisi. Oleh karena itu, penurunan emisi karbon kami tempuh melalui dua rute. Tidak hanya melalui jalur reduksi, berupa fuel shifting, efisiensi energi dan elektrifikasi, tetapi juga jalur penyeimbang dengan meningkatkan performa pada aspek reklamasi, rehabilitasi dan program biodiversity,” jelas Bayu.
Ketika ditanya mengenai metode penghitungan emisi karbon yang diusung PT Vale dan keanggotaan PT Vale pada ICMM (International Council on Mining and Metals) berpengaruh pada bisnis perseroan.
“Keanggotaan kami di ICMM jelas berpengaruh, karena praktik-praktik berkelanjutan kami mengacu pada standard global tersebut. Hasilnya terbukti saat ini kami mampu menjaga kejernihan Danau Matano, dan kualitas udara di Sorowako setelah beroperasi selama lebih dari lima dekade,” jelas Bayu.
Pada forum ini, turut dibahas mengenai konsentrasi perusahaan-perusahaan global terhadap pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan yang relevan.
Executive Director Asia Pacific WBCSD Joe Phellan mengatakan, perusahaan di dunia memang mengalami tekanan dari banyak arah, untuk beroperasi secara berkelanjutan. Tekanan bisa berupa regulasi yang dibuat pemerintah, bisa dari lembaga non-partisan, relawan, jurnalis, bahkan bisa dari anak-anak.
Joe yang juga pemimpin tertinggi WBCSD yang kini memiliki anggota 200 bisnis terkemuka di dunia menambahkan, perusahaan harus memiliki peta jalan yang jelas untuk bertransformasi menuju keberlanjutan. Caranya, bisa dengan mengubah rantai pasok, mengubah mindset, hingga meningkatkan akuntabilitas.
Sementara, dari sisi pemerintahan, turut urun rembuk pada forum ini adalah Dudi Gardera, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dudi menyampaikan, “Pemerintah Indonesia mendukung keberlanjutan dan ekonomi hijau melalui beragam kebijakan dan regulasi, termasuk untuk transisi terhadap energi baru terbarukan.”
Selain itu, menurut Dudi, bersama warga dunia pada forum G20 lalu, pemerintah Indonesia juga bersepakat untuk mendorong beragam inisiatif untuk ekonomi sirkular, dan penurunan polusi plastik. (afd/*)