PALU, beritapalu | Wakil Ketua DPRD Sulteng, Aristan menilai, sanksi berupa teguran yang diberikan kepada PT Bosowa Tambang Indonesia (BTI) yang lalai melaporkan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dokumen UKL dan UPL, sangat jauh dari cukup.
Penilaian itu disampaikan Aristan di Palu, Rabu (5/3/2025) sesaat setelah menerima laporan tertulis hasil kunjungan lapangan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulteng atas kejadian longsor pada kegiatan pertambangan galian batu PT BTI.

“Saya menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi bersama tim yang telah melakukan kunjungan langsung ke lapangan dan mewawancarai pihak yang bertanggung jawab terkait kejadian longsor di areal tambang PT BTI beberapa waktu yang lalu,” kata Aristan.
Aristan membeberkan, hal yang mengejutkan dalam laporan tersebut adalah sejak periode semester dua tahun 2022 hingga periode semester dua tahun 2024, PT BTI tidak pernah menyampaikan laporan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan hidup.
Kadis DLH Sulteng, Yopie Patiro kata Aristan, telah memberikan sanksi berupa teguran sesuai kewenangannya yang diatur dalam PP 22 tahun 2021 dan Permen LH No. 14 tahun 2024 tentang penyelenggaraan pengawasan dan sanksi administratif. Adapun terkait teknik penambangan, merupakan ranah kewenangan Dinas ESDM Provinsi.
Hanya saja menurut Aristan, pemberian sanksi teguran pada PT BTI masih jauh dari cukup untuk menyelesaikan maupun mengantisipasi masalah serupa dikemudian hari, karena waktu dua tahun cukup lama bagi PT. BTI melalaikan kewajibannya menyampaikan laporan pengelolan dan pemantauan lingkungan sesuai dokumen UKL dan UPL.
“Ini artinya pihak PT BTI melakukan pelanggaran selama sekitar dua tahun, sementara kegiatan pertambangan ini berada di wilayah rawan bencana longsor dan dekat dengan pemukiman warga,” sebutnya.
Manurutnya, kasus tidak adanya laporan UKL UPL ini bukan baru ini terjadi, sebenarnya juga pernah dilaporkan banyak perusahaan di wilayah ini yang tdk ada laporan UKL UPL nya. Padahal dokumen ini adalah syarat utk mendapatkan izin, artinya wajib dilakukan oleh perusahaan.
Olehnya tegas Aristan, pemberian sanksi tegas sebagai bagian dari tugas pengawasan, harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dan mengantisipasi ancaman bencana di masa depan.
“Jika dokumen UKL dan UPL adalah syarat untuk mendapatkan izin pertambangan galian C, maka ketika ada pelanggaran atas laporan dan pelaksanaan UKL dan UPL, seharusnya perusahaan bisa dijatuhkan sanksi berupa pencabutan izin,” tandasnya.
Sementara itu, dari laporan yang diterimanya itu, Aristan mengungkap bahwa longsor diakibatkan oleh kondisi geologi dimana struktur tanah yang labil dan curah hujan yang tinggi yang menyebabkan melemahnya daya ikat batuan sehingga terjadi pergerakan tanah.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa longsor terjadi secara tiba-tiba yang mengakibatkan material tanah dan batuan jatuh dalam jumlah besar yang menyebabkan kepanikan warga sekitar.
DLH telah merekomendasikan agar pihak perusahaan menerapkan kaidah pertambangan yang baik serta memperhatikan keamanan dan kemiringan lereng yang ditambang, dan menyediakan APD yang memadai untuk pekerja.
Menurut laporan yang disampaikan, DLH berkoordinasi dengan dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten Donggala terkait Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, mengingat lokasi sebelah utara IUP PT BTI berdekatan dengan kawasan pemukiman tetap yang dihuni oleh 18 kepala keluarga. (*)