KPKPST Desak Penegakan Hukum Tegas terhadap Kasus Insest di Sigi
SIGI, beritapalu | Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali terjadi, menyentak nurani dan menegaskan ancaman nyata bagi perempuan, khususnya anak-anak. Insest, yang dilakukan oleh kakek dan paman terhadap tiga anak perempuan berusia 6, 12, dan 15 tahun, telah dilaporkan secara resmi ke Polda Sulawesi Tengah oleh pihak keluarga, dengan dukungan dari Relawan Sikola Mombine, Jaringan Gerakan Perempuan Bersatu Sulteng, serta Dinas P3A Kabupaten Sigi.
Korban, yang selama ini diasuh oleh sang nenek karena ibunya bekerja sebagai buruh migran di Malaysia, mengungkapkan bahwa tindakan bejat ini telah berlangsung berulang kali.
Kasus ini semakin mempertegas bahwa pelaku kekerasan seksual yang memiliki hubungan darah sering kali tidak menimbulkan kecurigaan, sehingga lebih leluasa menjalankan aksi mereka. Insest juga erat dengan relasi kuasa, di mana korban mengalami intimidasi, paksaan, serta kekerasan fisik dan psikis.
Sebagai Organisasi Pengada Layanan Pendampingan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulteng (KPKPST) mendesak Polda Sulteng agar menindak pelaku dengan jeratan hukum maksimal, berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Selain itu, KPKPST juga mengusulkan penerapan hukuman kebiri bagi pelaku, baik kakek yang berusia 70 tahun maupun paman yang berusia 25 tahun, sebagai upaya pencegahan kejadian berulang dan efek jera bagi predator seksual.
Di sisi lain, KPKPST meminta UPT PPA DP3A Provinsi Sulteng untuk membangun koordinasi efektif dengan DP3A Kabupaten Sigi dan DP3A Kota Palu, mengingat lokasi kejadian terjadi di dua wilayah berbeda. Pemenuhan dukungan psikologis bagi korban juga harus menjadi prioritas utama.
KPKPST bersama Gerakan Perempuan Bersatu Sulteng (GPB-ST) berkomitmen untuk mengawal proses pelaporan dan penanganan, sekaligus mendorong dukungan sosial bagi korban agar dapat bangkit kembali dan memulihkan kepercayaan diri mereka.
Kasus ini juga mencerminkan dampak kemiskinan terhadap perempuan, di mana ibu korban harus menjalankan peran ganda sebagai ibu sekaligus pencari nafkah keluarga. Ironisnya, pihak yang seharusnya menjadi pelindung anak justru berbalik menjadi pelaku kekerasan seksual, meninggalkan trauma fisik, psikis, serta dampak sosial berkepanjangan.
KPKPST menegaskan bahwa kejahatan insest tidak boleh lagi terjadi. Negara harus hadir dengan penegakan hukum yang tegas, perlindungan korban yang maksimal, serta komitmen bersama untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak. (afd/*)