Perkumpulan Juwita Diluncurkan, Angkat Warisan Budaya Lewat Film Dokumenter
POSO, beritapalu | Jurnalis Wanita Indonesia (Juwita) resmi diluncurkan sebagai organisasi yang berfokus pada penguatan peran jurnalis perempuan, serta pemberdayaan masyarakat melalui karya jurnalistik, dokumentasi, dan advokasi komunitas.
Peluncuran ini berlangsung di Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (17/5/2025) sebagai wujud komitmen Juwita untuk lebih dekat dengan masyarakat.
Ketua Juwita, Kartini Nainggolan menjelaskan bahwa perkumpulan ini berawal dari inisiatif tiga jurnalis perempuan di Kota Palu: Kartini Nainggolan, Indrawati Zainuddin, dan Kristina Natalia Abast, yang memiliki visi yang sama tentang pentingnya peran perempuan dalam membawa perubahan melalui jurnalisme.
“Kami bertekad membentuk sebuah wadah yang memperkuat suara perempuan di dunia jurnalistik, yang kemudian resmi tercatat di Kementerian Hukum dan HAM pada 26 Januari 2025,” ungkap Kartini.
Juwita juga menggelar pelatihan pemanfaatan digital dan media sosial untuk pembangunan desa serta peluncuran website pemerintah Desa Katu, sebagai langkah nyata mendukung kemajuan komunitas.
Film Dokumenter “Kopi Tua Desa Katu”
Di hari yang sama, Juwita bekerja sama dengan Alfatwa Multimedia meluncurkan film dokumenter berjudul “Kopi Tua Desa Katu” yang mengangkat warisan sejarah masyarakat adat di Desa Katu.
Peluncuran film ini berlangsung di Balai Desa Katu, dihadiri oleh masyarakat dan tokoh daerah, termasuk perangkat desa, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, Kopi Enthusiast Ade Cholik, serta Direktur Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA), Mohammad Subarkan.
Film berdurasi 25 menit ini terinspirasi dari cerita lisan para orang tua Desa Katu tentang pohon-pohon kopi tua yang telah tumbuh sejak masa kolonial Belanda.
“Kopi tua ini bukan sekadar tanaman, tetapi simbol perjuangan, perjanjian leluhur, dan identitas masyarakat Katu. Kami ingin generasi muda mengenal dan menghargai warisan ini,” ujar Kartini.
Film ini diproduksi sebagai bagian dari jurnalisme komunitas yang bertujuan mengangkat isu-isu lokal serta mempromosikan potensi Desa Katu, termasuk peran perempuan dalam industri kopi.
Harapan ke Depan
Setelah pemutaran film, masyarakat diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan dan masukan.
Totua adat Katu, Mature Rore, menyebut bahwa film tersebut menggambarkan sejarah perjuangan mempertahankan wilayah dan kebersamaan masyarakat.
Tokoh pemuda Desa Katu, Golstar, menyatakan bahwa film ini memotivasi kaum muda untuk bangga dan menjaga warisan desa.
Perwakilan perempuan Desa Katu, Menis Torae, menuturkan bahwa film ini dengan jelas menggambarkan lokasi kopi tua yang sulit dijangkau dan belum pernah dilihatnya langsung meski telah lama tinggal di Katu.
Kopi Enthusiast, Ade Cholik Mustaqim dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa Desa Katu memiliki sejarah yang unik dan berpotensi besar dalam promosi kopi.
“Pendampingan diperlukan agar produk kopi lokal bisa lebih dikenal secara luas,” katanya.
Sementara itu, Direktur ROA, Mohammad Subarkan, menilai film ini telah berhasil memperkenalkan profil unik Desa Katu kepada publik.
“Harapannya, film ini menjadi pintu masuk bagi masyarakat luas untuk mengenal Desa Katu lebih dalam, tidak hanya sebagai desa penghasil kopi tetapi juga sebagai wilayah dengan sejarah dan budaya yang kaya,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa film “Kopi Tua Desa Katu” akan diputar perdana di Festival Tampo Lore pada akhir Juni 2025. (afd/*)