Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng Refleksikan Hari Buruh Internasional

PALU, beritapalu | Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng menggelar peringatan Hari Buruh Internasional yang dipusatkan di Lapangan Vatulemo, Palu, Kamis (1/5/2024). Aliansi yang terdiri dari sejumlah organisasi itu bergantian melakukan orasi. Mereka juga membawa spanduk dan sejumlah pamplet.
Dalam orasinya, mereka mengatakan, 1 Mei bukan sekadar perayaan, tetapi simbol perjuangan kelas pekerja yang menuntut keadilan dan pengakuan hak sebagai manusia. Namun menurut mereka, May Day 2025 dirayakan dalam bayang-bayang ancaman terhadap demokrasi. Demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata kini mengalami degradasi, direduksi menjadi prosedur tanpa substansi—bahkan ditekan oleh kepentingan kekuasaan.
Indonesia saat ini katanya, berada di bawah rezim yang tampak sipil, tetapi berwatak militeristik. Kekuasaan dibangun di atas logika komando, bukan musyawarah. Kritik dipandang sebagai ancaman, demonstrasi dibalas dengan represi, aktivis ditangkap, serikat pekerja diawasi, dan ruang kebebasan diberangus sistematis.
Undang-Undang Cipta Kerja, yang terus dipaksakan meski mendapat penolakan luas, menjadi simbol pemberangusan hak buruh dan demokrasi. Kebijakan ini memungkinkan outsourcing tanpa batas, pemutusan kerja sewenang-wenang, eksploitasi lingkungan, serta semakin menyempitkan ruang demokrasi. Gelombang protes yang terjadi di berbagai daerah merupakan bukti nyata bahwa kebijakan ini bukan kehendak rakyat.
Buruh di Indonesia dipaksa untuk tetap produktif dalam sistem kerja yang semakin eksploitatif. PP Pengupahan digunakan sebagai alat untuk membatasi kenaikan upah. Outsourcing dan kontrak jangka pendek semakin diperluas. Jam kerja panjang menjadi norma baru, tanpa keseimbangan kesejahteraan.
Negara tidak hanya membiarkan, tetapi juga memfasilitasi pemiskinan struktural atas nama iklim investasi. Upah minim dan tidak memenuhi kebutuhan hidup layak adalah bentuk perampasan hak, sehingga kebijakan ini harus direvisi dengan UU Perlindungan Buruh yang benar-benar memperjuangkan kesejahteraan pekerja.
May Day bukan hanya peringatan perjuangan buruh, tetapi juga refleksi demokrasi yang menurutnya terkhianati. Demokrasi tidak bisa tumbuh dalam atmosfer ketakutan, tidak bisa bertahan dalam sistem yang lebih mementingkan kekuasaan daripada suara rakyat. Saatnya kita menegaskan bahwa perjuangan buruh adalah perjuangan demokrasi.
Demokrasi bukan hanya tentang pemilu, tetapi juga tentang hak untuk hidup layak, bersuara, menolak kebijakan yang merugikan, dan menentukan masa depan bersama. Rakyat tidak boleh diam ketika negara berubah menjadi alat represi. Keberanian adalah satu-satunya jalan keluar dari rezim ketakutan.
Tuntutan Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng
Dalam refleksi ini, Aliansi Perjuangan Rakyat Sulteng memperjuangkan 1 isu sentral yakni “Lawan Gelombang PHK, Sahkan RUU Ketenagakerjaan Pro Buruh, dan Berikan Kepastian serta Jaminan Kerja Layak bagi Pekerja”
Setidaknya terdapat 12 tuntutan, yakni : usut tuntas pelanggaran HAM masa lalu; sahkan RUU Ketenagakerjaan yang benar-benar melindungi buruh; tambang bukan solusi kesejahteraan; sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT); tolak militer masuk kampus, pabrik, dan desa; hentikan diskriminasi gender dan orientasi seksual di tempat kerja; hentikan kriminalisasi militer di tanah Papua; hentikan pembungkaman pers; hapus seluruh hukum anti-demokrasi (UU TNI, UU POLRI, RKUHP); jaga netralitas pers; audit sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); dan stop monopoli dan perampasan tanah, wujudkan reforma agraria sejati. (afd/*)