Jaga Bumi Jaga Demokrasi, Fraksi Bersih-Bersih Peringati Hari Bumi

PALU, beritapalu | Dalam rangka memperingati Hari Bumi, puluhan aktivis yang tergabung dalam Fraksi Bersih-Bersih menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Mereka menyerukan tema “Jaga Bumi, Jaga Demokrasi”, menyoroti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang masif.
Peserta aksi membawa poster-poster berisi tuntutan dan menggunakan masker serta lakban di mulut sebagai simbol pembungkaman terhadap aktivis lingkungan. Dalam orasinya, Wandi (Walhi Sulteng) menyoroti ketergantungan pemerintah pada industri ekstraktif, seperti nikel dan sawit, yang mempercepat deforestasi dan krisis lingkungan di Sulawesi Tengah. Ia juga menekankan bahwa program pembangunan berbasis eksploitasi sumber daya alam ini menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan lingkungan.
Pada aksi itu, disampaikan data bahwa luas perkebunan sawit mencapai 681.686 hektar, tambang mencakup 615.571 hektar, serta Kawasan Pangan Nusantara (KPN) sebesar 15.000 hektar. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa bukaan hutan akan terus meluas, memicu berbagai bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan krisis iklim yang semakin nyata di wilayah ini.
Selain itu, Wulan (Solidaritas Perempuan) menyampaikan dampak yang dirasakan perempuan adat, yang semakin tersisih akibat kerusakan lingkungan. Kehilangan sumber air bersih dan mata pencaharian menjadikan mereka kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Perwakilan dari Yayasan Tanah Merdeka (Aziz) menambahkan bahwa aksi kali ini menggambarkan penderitaan masyarakat di kawasan industri besar yang menghadapi polusi udara hingga ancaman kesehatan seperti ISPA. Simbol masker dan lakban pada aksi ini mencerminkan kenyataan pahit pembungkaman suara rakyat yang memperjuangkan keadilan ekologis.
Aksi yang juga diisi dengan pembacaan puisi oleh peserta dari KPA dan Relawan Muda KPKP-ST ini ditutup dengan orasi dari Lia Somba (KPKP-ST). Ia menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya alam secara masif tidak hanya menghancurkan lingkungan, tetapi juga menambah beban sosial ekonomi, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Sebelum membubarkan diri, massa aksi menyuarakan komitmen perjuangan mereka dengan menyanyikan lagu “Darah Juang”. (afd/*)