PALU, beritapalu | Angka kemiskinan yang hanya turun “sedikit” sebesar 0,51 persen menjadi salah satu sorotan pada Dialog Outlook Ekonomi Sulawesi Tengah 2025 yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) Sulteng di Palu, Senin (13/1/2025).
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Muhidin M. Said yang menjadi pembicara pada kegiatan itu menyatakan, angka kemiskinan seharusnya bisa lebih ditekan lagi di tengah pertumbuhan ekonomi Sulteng yang secara statistik sangat pesat.
“Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sulteng konsisten di atas rata-rata nasional, bahkan masuk tiga besar bersama Maluku Utara dan Papua. Sebagai sentra hilirisasi nasional sekaligus penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, kita berharap pertumbuhan ini benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” sebut Muhidin dari atas mimbar.
Ia menyebut kontribusi sektor pertambangan dan industri logam dasar, terutama terkait nikel. Pada 2023, industri sektor ini menyumbang lebih dari 80 persen investasi di Sulteng yang realisasinya cukup fantastis di angka Rp112 triliun. Angka itu sekaligus mencatatkan Provinsi Sulteng sebagai provinsi keempat dengan investasi tertinggi di Indonesia.
Ia memproyeksikan, tren positif tersebut berlanjut di 2025 dengan nikel sebagai andalan ekspor utama Sulteng yang telah berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Bahkan, pertumbuhan ekonomi provinsi ini diperkirakan kembali menembus dua digit dengan asumsi bahwa prediksi terjadi kenaikan harga nikel sebesar 3 persen pada 2025 dan 6 persen di 2026.
Tak itu saja, pemerintah pusat juga akan meningkatkan alokasi dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk Sulteng dari Rp18,34 triliun di 2024 menjadi Rp18,7 triliun di 2025 atau naik sekitar hampir 2 persen.
Muhidin mengingatkan, meski pendapatan per kapita meningkat signifikan dari Rp63,7 juta pada 2020 menjadi Rp112,4 juta pada 2023, angka kemiskinan hanya turun sedikit, yakni dari 12,92 persen menjadi 12,41 persen, atau hanya 0,51 persen
“Ini menunjukkan adanya kesenjangan pemerataan ekonomi, terutama akibat ketimpangan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan kebutuhan industri,” tegasnya.
Karena itu, ia mengusulkan pengembangan SDM melalui pendidikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri, baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi.
Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah juga disebutnya diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung pendidikan, perdagangan, industri, dan pariwisata.
“Pemerataan dan diversifikasi ekonomi adalah kunci untuk mengatasi kemiskinan sekaligus memaksimalkan dampak positif industrialisasi di Sulteng,” kuncinya. (afd/*)