YOGYAKARTA, beritapalu | Komite Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), sebuah organisasi pemeriksa fakta berbasis relawan menyatakan terjadi peningkatan penyebaran hoaks di ruang digital.
Pada semester I 2024, ada peningkatan hoaks karena berlangsung Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024. Hoaks itu mewabah pada berbagai tahapan pemilu dari mulai pendaftaran, kampanye, pemungutan suara, penghitungan, hingga penetapan.
Pada semester I 2024, terdapat 2.119 hoaks. Jumlah ini hampir mendekati total temuan sepanjang 2023 (satu tahun). Peningkatan jumlah ini dipicu oleh pemilu 2024, yang rawan disinformasi. Potensi risiko semakin tinggi. Peningkatan disinformasi ini mengancam stabilitas sosial dan demokrasi.
Dari kasus Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif, diperkirakan hoaks akan meningkat pada Pilkada 27 November 2024. Yang menarik, hoaks yang akan muncul pada Pilkada 2024 adalah potensi penyebaran hoaks sebagai berikut:
- Peredaran hoaks lokal. Pertimbangannya, kontestasi berlangsung di daerah, melibatkan calon lokal, dan warga yang disasar hoaks adalah masyarakat lokal.
- Hoaks ini berpotensi menyerang penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu beserta jajaran ke bawah), kontestan, dan partai pengusungnya.
- Hoaks ini akan muncul dalam berbagai tahapan pemilu dari mulai pendaftaran, kampanye, pemungutan suara, penghitungan, hingga penetapan.
- Perlu diwaspadai hoaks ini akan bersinggungan dengan isu suku, agama, rasa atau etnis, antarkelompok, yang berpotensi meningkatkan segregasi sosial dan memicu konflik sosial.
- Diwaspadai pula konten hoaks yang menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan karena mudah membikinnya.
Untuk memitigasi dampak hoaks menjelang Pilkada 2024, penting untuk memperkuat upaya edukasi publik mengenai literasi media, sikap kritis dan skeptis saat menerima informasi, meningkatkan transparansi dan komunikasi oleh pihak penyelenggara pemilu, serta memanfaatkan teknologi untuk deteksi dan penanganan hoaks secara real-time.
Strategi khusus untuk menghadapi disinformasi berbasis AI dan adaptasi tindakan pencegahan sesuai dengan tahapan pemilu sangat diperlukan. Selain itu, kolaborasi antara platform media sosial, pemerintah, dan masyarakat sipil akan menjadi kunci dalam menjaga integritas pemilu dan melindungi demokrasi.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam menghadapi tantangan disinformasi di tahun politik ini. Ia mengingatkan pengalaman Pilpres 2019 dan Pilgub DKI 2017 menunjukkan bagaimana politisasi isu SARA dapat memicu polarisasi ekstrem, bahkan sampai pada kasus diskriminasi jenazah pendukung kandidat. Ini menjadi pengingat bahwa penggunaan SARA dalam kampanye politik sangat berbahaya dan dapat merusak kohesi sosial.
Meskipun Pilpres 2024 relatif lebih rendah dalam politisasi SARA jika dibandingkan Polpres 2019, ancaman ini tetap harus diantisipasi dalam konteks Pilkada 2024. Setiap daerah memiliki tingkat kerawanan pemilu yang berbeda-beda, sehingga potensi politisasi SARA bisa bervariasi dan tetap menjadi risiko serius.
“Hoaks bukan hanya ancaman bagi individu, tetapi juga bagi stabilitas sosial dan proses demokrasi secara keseluruhan. Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama memerangi penyebaran hoaks, terutama menjelang Pilkada 2024,” ujar lelaki yang akrab disapa Zek itu. (afd/*)