JAKARTA, beritapalu | Desakan publik kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara untuk membebaskan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dari segala tuntutan semakin tak terbendung.
Dua hari jelang putusan, lebih dari 30 organisasi masyarakat sipil (OMS) internasional dan 8.500 individu telah menandatangani pernyataan sikap dan petisi berisi seruan penghentian kriminalisasi terhadap Daniel.
Pernyataan sikap yang diluncurkan oleh lebih dari 30 OMS internasional itu mendesak PN Jepara untuk membebaskan Daniel dari segala tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dan memerintahkan pelapor untuk memulihkan reputasi Daniel yang telah dilabeli sebagai penista agama.
“Kami dengan keras mengecam tuduhan dan upaya hukum terhadap Daniel. Penuntutan semacam ini mencerminkan penderitaan para aktivis lingkungan hidup di Indonesia, yang terpaksa menghadapi tuntutan hukum hanya karena menggunakan kebebasan berekspresi mereka dalam membela lingkungan sekaligus menjaga sumber penghidupan utama mereka” ujar Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum.
Pernyataan sikap berjudul “Free Daniel from All Unjust Accusations” itu turut mendorong PN Jepara untuk meningkatkan transparansi persidangan dan tidak tergesa-gesa dalam menangani kasus terkait kepentingan publik. Absennya mekanisme anti-SLAPP dalam menangani perkara Daniel yang erat kaitannya dengan masalah lingkungan juga disorot.
Sebelumnya, proses persidangan Daniel juga banyak dinilai terlalu “dikebut” agar selesai dalam waktu 2 bulan. Bahkan, sidang pembuktian beberapa kali berlangsung selama lebih dari 12 jam dalam satu hari yang sama. Akibatnya, tim penasehat hukum Daniel mengaku tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan pembelaan secara maksimal.
Jaringan OMS internasional itu juga menyoroti peran pemerintah dalam kasus ini. Mereka menganggap pemerintah juga bertanggung jawab karena melakukan pengabaian.
“Kriminalisasi terhadap Daniel sangat bertentangan dengan beberapa kewajiban internasional Indonesia, termasuk berdasarkan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Alih-alih menjaga kebebasan berekspresi masyarakat, pemerintah malah membiarkan tuntutan ujaran kebencian terhadap Daniel. Indonesia secara terang-terangan mengabaikan janjinya –yang dibuat setelah terpilih kembali sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB periode 2023 sampai 2026– untuk menegakkan hak-hak dasar sipil dan politik setiap individu” tegas Nenden.
Menurut mereka, Pasal 20 ICCPR memang melarang segala bentuk hasutan kebencian atas dasar kebangsaan, ras, atau agama. Namun, persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu tindakan atau ekspresi agar dapat dikatakan sebagai hasutan kebencian sangat ketat.
“Berdasarkan Rabat Plan of Action, sistem peradilan yang adil harus mempertimbangkan beberapa faktor, termasuk konteks, pembicara, maksud, isi dan bentuk, jangkauan tindak tutur, dan kemungkinan kerugian. Dalam kasus Daniel, kami yakin bahwa elemen-elemen ini tidak terpenuhi, mengingat latar belakang pernyataan tersebut dibuat, yaitu untuk menjaga hak atas lingkungan yang sehat, serta tidak adanya dampak buruk yang akan terjadi” terang Aldo Kaligis, Juru Kampanye Amnesty International Indonesia.
Mereka menuntut pemerintah untuk menunjukkan komitmennya terhadap kebebasan berekspresi dengan cara mengeluarkan pernyataan tegas bahwa pejuang lingkungan tidak dapat dituntut karena aktivismenya, mencabut pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE dan regulasi lainnya, dan memprioritaskan serta melindungi lingkungan.
Beberapa organisasi yang menandatangani pernyataan bersama ini termasuk di dalamnya Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Amnesty International Indonesia, KontraS, Greenpeace Southeast Asia, Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA), Front Line Defenders, Protection International, Manushya Foundation, International Federation for Human Rights (FIDH), dan CIVICUS.
Desakan Warga
Selain mengundang perhatian masyarakat internasional, kasus Daniel juga mendapat perhatian dari warga. Per 2 April 2024 pukul 12.00 WIB, tercatat 8.571 orang telah menandatangani petisi di change.org berujudul “Hentikan Kasus Kriminalisasi Pejuang Lingkungan dan Selamatkan Karimunjawa”.
Dalam petisi itu, warga mendesak agar kasus kriminalisasi bagi para pejuang lingkungan Karimunjawa dihentikan. Selain Daniel, terdapat tiga orang pejuang lingkungan lainnya yang dilaporkan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu Datang, Rofi’un, dan Hasanuddin.
Petisi ini diinisiasi oleh Koalisi Nasional Selamatkan Karimunjawa yang terdiri atas berbagai OMS di tingkat lokal dan nasional. Organisasi yang bergabung dalam koalisi ini di antaranya Lingkar Juang Karimunjawa, Jepara Poster Syndicate, Balong Wani, Walhi Jateng, SAFEnet, ICJR, KontraS, Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Aksi Kamisan Semarang. (afd/*)