PALU, beritapalu | Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama dan Badan Riset Inovasi Daerah (Brida) Sulteng membahas strategi untuk mengentasan kemiskinan.
“LP2M UIN Datokarama kolaborasi dengan BRIDA program pengurangan kemiskinan ekstrim di kabupaten/kota sebagai agenda prioritas pemerintah, untuk strategi percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem yang ditargetkan turun menjadi nol persen pada 2024,” kata Ketua LP2M UIN Datokarama Dr Sahran Raden, Sabtu (9/3/2024).
Ia mengatakan, LP2M UIN Datokarama dengan Brida Sulteng telah melaksanakan seminar awal penelitian strategi pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting berbasis teknologi terbarukan. Seminar tersebut bertujuan untuk menyerap masukan dari para akademisi dan stakeholder terkait lingkup Pemprov Sulteng demi mengoptimalkan penyusunan strategi pengentasan kemiskinan dan stunting di Kabupaten Sigi.
“Seminar ini menjadi langkah awal untuk mendapatkan gambaran umum kondisi kemiskinan dan stunting di Kabupaten Sigi, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam penelitian lapangan,” ujarnya.
Sahran Raden mengemukakan, terdapat beberapa penyebab yang berkontribusi besar terjadinya kemiskinan di antaranya faktor hambatan struktural, faktor kultural, tingginya pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sangat rendah.
Berdasarkan data yang ada, tahun 2022 keluarga miskin di Sulteng sebanyak 371. 135 keluarga. Tingkat kemiskinan ekstrem di Sulteng masih relatif tinggi yakni diangka 3,02 persen, masih berada di atas rata-rata nasional yaitu 2,04 persen.
Kondisi ini dipengaruhi oleh tidak meratanya pertumbuhan ekonomi. Di mana, pertumbuhan ekonomi tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah dan Kabupaten Sigi.
Di samping itu, adanya disparitas pendapatan antardaerah, yang kemudian berdampak pada jumlah penduduk miskin ekstrim. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam strategi pengentasan kemiskinan di Sulteng termasuk di Kabupaten Sigi.
Sahran menyebut kondisi kemiskinan yang terjadi, berdampak langsung terhadap tingginya kasus stunting termasuk di Kabupaten Sigi.
Faktor penyebab terjadinya stunting perkawinan di usia dini atau pernikahan di usia anak, tidak adanya keterpenuhan gizi pada ibu hamil dan bayi, rendahnya pengetahuan orang tua tentang pola asuh anak yang baik, serta tingkat pendapatan keluarga yang rendah.
“Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual, yang kemudian juga akan berdampak pada SDM generasi muda akan datang,” sebutnya.
Oleh karena itu, menurut dia, harus dilakukan pengentasan secara terstruktur, sistematis dan massif. Sehingga diperlukan satu penelitian khusus untuk mengetahui kebijakan pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting. (afd/*)