MOROWALI, beritapalu | Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) IMIP – Morowali menuntut kepada PT IMIP untuk meningkatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan menaikkan upah buruh.
Bukan itu saja, dalam keterangan persnya, Senin (26/2/2024), SBIPE IMIP juga meminta dilakukannya audit sistem K3 engan melibatkan serikat buruh. Juga penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai dan beroperasi 24 jam.
“Naikkan Upah/Gaji Pokok buruh IMIP sesuai dengan UMK Morowali tahun 2024, serta berlakukan Skala Upah bagi buruh dengan masa kerja diatas 1 tahun dengan rumusan yang telah diatur oleh Permenaker No. 1 Tahun 2017,” kata Ketua SBIPE IMIP Morowali, Henry Foord Jebbs.
Ia mengatakan, tragedi ledakan di PT. Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) lalu adalah gambaran buruk perlindungan K3 oleh perusahaan terhadap buruh. Ia mengungkap data, sepanjang 2015-2022, kecelakaan kerja telah menelan korban jiwa sebanyak 53 orang diantanya 40 orang buruh Indonesia dan 13 orang buruh China.
“Mayoritas kecelakaan kerja terjadi bukan atas dasar disengaja oleh buruh, namun karena intensitas kerja yang lebih mengedepankan target kerja ditengah lingkungan kerja beresiko tinggi dan semena-mena dalam memberikan perintah,” sebutnya.
Factor lain adalah buruh bekerja dengan jam kerja yang panjang serta buruknya pengawasan dan pembinaan sistem K3 dan diperparah dengan penempatan TKA sebagai pimpinan di bagian safety yang belum tentu paham dan mengerti standard K3 yang berlaku.
Menurutnya, tingginya tingkat kecelakaan kerja dan banyaknya korban jiwa menjadi catatan kelam bagi semua pihak di lingkungan kerja IMIP. Olehnya itu lanjutnya, sudah seharusnya sistem K3 di IMIP diselenggarakan dengan mengikutsertakan serikat buruh dengan menjadikanya bagian dari Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 dan Permenaker No. 4 Tahun 1987.
Dikatakan, perusahaan juga harus bertangung jawab dan memberikan jaminan pengobatan, perawatan terbaik bagi korban termasuk pemenuhan hak korban dan keluarganya. Perusahaan harus segera menghentikan praktik kebijakan pemberian sanksi dan denda potongan upah kepada buruh yang mengalami kecelakaan kerja.
Ditambahkan, penambahan Faske tingkat I, Peningkatan layanan dan fasilitas klinik, serta ketersediaan dokter yang memadai harus segera dilakukan oleh IMIP, sebab sepanjang belum ada perbaikan yang menyeluruh dan struktural dalam sistem K3 di IMIP, kecelakaan kerja akan terus masif.
Selanjutnya Perusahaan juga harus meningkatkan kwalitas dalam MCU (medical Check Up) kepada buruh untuk pencegahan dini secara akurat atas ancaman kesehatan bagi buruh.
Tak kalah pentingnya menurutnyay adalah mayoritas buruh di kawasan IMIP menerima Upah Pokok di bawah dari ketentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Morowali 2024. Kenaikan upah 2024 yang diterapkan di IMIP besarnya Rp75 ribu.
“Hal ini tidak bisa disebut sebagai kenaikan upah, karena nilai dari kenaiakan upah tersebut di bawah dari ketetapan UMK Morowali 2024 yang nilainya sebesar Rp3.489.319,- sebagaimana ditetapkan oleh Gubernur Sulawesi Tengah melalui SK Nomor 500.15.14.1/674/DISNAKERTRANS-6.ST/2023, terlebih penetapan UMK tersebut diperuntukan bagi buruh dengan masa kerja 0 tahun dengan status lajang dan tidak memiliki keterampilan,” bebernya.
Upah buruh yang saat ini dijalankan oleh perusahan-perusahaan di Kawasan IMIP tidak dapat meningkatkan kwalitas hidup buruh, sebaliknya buruh terus mengalami kemrosotan penghidupan karena hakekatnya tidak ada kenaikan upah secara kwalitatif mengingat tingginya biaya hidup di sekitar kawasan IMIP. (afd/*)