Kemah konservasi
Suasana diskusi pada Kemah Konservasi, Selasa (25/7/2023) malam. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Desak Pemerintah Tetapkan Pantai Dupa sebagai Kawasan Ekologi Mangrove

Kemah konservasi
Suasana diskusi pada Kemah Konservasi, Selasa (25/7/2023) malam. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

PALU, beritapalu | Sejumlah aktivis, pemerhati dan pecinta lingkungan mendesak Pemerintah Kota Palu untuk menetapkan Pantai Dupa, Kelurahan Layana Indah sebagai kawasan konservasi dan ekologi mangrove.

Desakan itu dinyatakan dalam petisi yang diluncurkan pada Kemah Konservasi memperingati Hari Konservasi Mangrove Inetrnasional yang digelar di Pantai Dupa, Layana Indah, Selasa (25/7/2023) malam.

“Tanaman bakau yang kita tanam pascabencana atau lebih dari sejak empat tahun lalu kini sudah tumbuh. Kita ingin menjamin kelangsungan hidup mangrove tersebut dengan memberinya landasan legal, yaitu Pantai Dupa sebagai kawasan konservasi dan ekologi mangrove,” ujar Muhammad Najib, koordinator Mangrovers Teluk Palu.

Petisi itu bukan tanpa dasar lanjut Najib, mangrove tak hanya melindungi pantai dari abrasi, tetapi sekaligus menahan gelombang. Lebih penting lagi, mangrove memiliki kemampuan yang berlipat dalam menyerap karbon dibanding tumbuhan lainnya.

“Jika tidak ada aspek legal seperti itu, bukan tidak mungkin di masa datang kawasan mangrove ini akan hilang lagi,” sebutnya. Dan jika itu terjadi, malapetaka dipastikan akan kian mengancam.

Kemah konservasi itu diikuti puluhan pecinta lingkungan dari berbagai kolaborator. Selain diskusi, nonton bareng, pembersihan pantai, penanaman mangrove dan peluncuran petisi, juga dilaksanakan camping ground dan pameran foto konservasi mangrove.

Kemah konservasi
Suasana diskusi pada Kemah Konservasi di kawasan konservasi mangrove Pantai Dupa, Selasa (25/7/2023) malam. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Pada sesi diskusi, dua pembicara masing-masing pegiat literasi, Neni Muhidin dan praktisi mangrove, Hamzah Tjakunu. Neni Muhidin menyampaikan sejarah mangrove di Teluk Palu. Neni menunjukkan sebuah foto dokumentasi landscape Teluk Palu yang diabadikan pada sekitar tahun 1945.

Dalam dokumentasi itu ditunjukkan pesisir Teluk Palu yang dipenuhi dengan tanaman mangrove. “Jadi foto-foto ini sekaligus membantah banyak pihak yang menyebut bahwa mangrove tidak bisa tumbuh di Teluk Palu,” ujar Neni.

Fakta lainnya, pada 1980-an, di Palu ada usaha ekspor kayu bakau yang menunjukkan banyaknya pohon bakau di pesisir Teluk Palu.

Ironis kata Neni, karena berdasarkan data yang diperolehnya, luasan tanaman mangrove yang tersisa di 58 kilometer garis pantai Teluk Palu kini hanya tersisa seluas 2,7 hektare.

Kemah konservasi
Neni Muhidin dan Hamzah Tjakunu pada sharing session Kemah Konservasi, Selasa (25/7/2023) malam. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

Hamzah Tjakunu menyebut, jika ada komitmen untuk mengembalikan mangrove Teluk Palu, maka peluangnya cukup besar. “Persoalannya adalah, apakah kita mau atau tidak. Kalau mau, ada sangat banyak jenis mangrove yang bisa ditanam sesuai karakter Teluk Palu,” sebutnya.

Hamzah bahkan menantang untuk memperluas area cakupan penanaman mangrove yang dikelola secara mandiri. “Kalau hari ini kita lihat mangrove sudah tumbuh di Pantai Dupa, lalu bagaimana dengan pantai-pantai lainnya di Teluk Palu ini,” tantangnya.

Menurut Hamzah, jika melihat peluang itu dalam jangka pendek, memang sangat kecil, namun jika perspektifnya jangka panjang, maka peluangnya akan lebih baik. Mangrove bisa menjadi sumber pendapatan, kawasan wisata, penyerap karbon, dan bahkan mendekatkan nelayan dengan sumber pencariannya. (afd)

Berita Terkait