PALU, beritapalu | Sukses menggelar festival budaya berbasis pelestarian lingkungan dan ekonomi berkelanjutan di Desa Wanga, Lore Utara 2019 lalu, kini konsorsium Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) kembali akan menggelar hal yang sama di Desa Behoa, Lore Tengah, Poso pada 16-18 Juni mendatang.
Kali ini, festival yang dinama Tampo Lore tersebut bertajuk Merajut Tradisi Melestarikan Hutan untuk Masa Depan yang Adil dan Penghidupan Berkelanjutan. Menurut Direktur ROA, Mochammad Subarkah, Festival Tampo Lore merupakan festival berbasis lembah yang mendiami tiga wilayah di antaranya lembah Pekurehua, Lembah Behoa dan Lembah Bada di Kabupaten Poso.
“Tampo Lore mendedikasikan kebudayaan serta adat istiadat dan lingkungan menjadi satu kesatuan utuh dalam kehidupan masyarakat di Tampo Lore Lembah Behoa,” kata Subarkah saat media breefing bersama Sekretaris Dinas Kebudayaan Sulteng, Rahman Ansyari di Museum Sulteng, Sabtu (10/6/2023).
“Festival ini bukan semata sebuah perayaan namun menjadi terobosan bagi community enterprises yang berkelanjutan. Festival ini berusaha menjadi katalisator untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,” jelas Subarkah.
Ia menambahkan, festival juga mendorong pengelolaan ruang berbasis pembangunan ramah lingkungan, memperkuat komunitas masyarakat baik pemuda, perempuan dan laki-laki dalam menumbuhkembangkan dan menjaga nilai-nilai kebudayaandan adat di wilayah Tampo Lore.
Juga disebutkan tujuan dari festival Tampo Lore untuk menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat istiadat Tampo Lore, menjaga dan melestarikan sumber-sumber penghidupan masyarakat, mendukung pembangunan yang inklusi, adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Subarkah menjelaskan Festival Tampo Lore menjadi jalan bagi penghidupan dan community enterprises yang berkelanjutan untuk dilihat dan dihargai oleh masyarakat luas untuk mendukung ruang kelola
masyarakat, pembangunan ekonomi lokal dengan tetap menjaga ekosistemnya serta komunitas, baik perempuan dan laki-laki yang merupakan upaya global untuk menyelamatkan ekologi dan merupakan elemen penting dari masyarakat Indonesia dengan mendorong beberapa strategi.
Sementara itu Sekretaris Dinas Kebudayaan Sulteng, Rahman Ansyari mengemukakan, Festival Tampo Lore sangat sejalan dengan misi pemerintah dalam melestarikan budaya dan adat istiadat. Apalagi katanya jika dikaitkan dengan kegiatan kepariwisataan.
“Pemerintah bahkan sudah membranding pariwisata Sulteng sebagai negeri 1000 megalit,” sebut Rahman.
Menurut Rahman, megalit Sulteng terutama yang ada di Lembah Lore sangat unik dan tidak terdapat did daerah lainya.
“Ini yang terus kita dorong, yakni bagaimana melestarikan budaya di satu sisi dan di sisi lain sektor lainnya juga ikut terpacu termasuk ekonomi kreatif,” imbuhnya.
Ia berharap, dengan pesona yang dimiliki Lembah Lore dapat memantik upaya terus menerus bagi pelestarian budaya daerah dan sekaligus menciptakan multiplier effect bagi warga setempat. (afd)