SIGI, beritapalu | Momentum 1 Mei yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari buruh international atau May Day dimanfaatkan oleh kelompok perempuan Mombela (Mombine Belotapura Lambara) Sigi dengan menggelar diskusi kelompok.
Diskusi itu sebagai refleksi perjuangan dalam advokasi kasus-kasus yang dialami oleh perempuan pekerja migran Indonesia (PPMI) asal kabupaten Sigi yang bekerja di luar negeri dan kerap mengalami berbagai bentuk pelangaran hak-hak dan kekerasan.
“Kelompok kami dalam melakukan advokasi kasus perempuan pekerja migran bersama organisasi Solidaritas Perempuan Palu. Selain itu, untuk keberlanjutan kelompok kami mengembangkan produk olahan pisang menjadi tepung pisang. Tepung pisang ini dapat di olah menjadi berbagai aneka makanan” demikian dikatakan oleh Zainab, salah satu anggota kelompok Mombela Sigi.
Kelompok ini terbentuk sejak tahun 2018, dari inisiatif perempuan yang melihat berbagai macam pelangaran hak dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan pekerja migran Indonesia dari Desa Lambara. Mereka juga saat itu merupakan korban bencana gempa bumi 28 september 2018.
“Kami melakukan penguatan pemahaman dan kapasitas kepada kelompok perempuan Mombela Sigi karena banyak menerima pelaporan kasus kekerasan dan pelangaran hak yang dialami oleh perempuan di Desa Lambara. Ada 1 kasus penempatan improsedural (tidak berdokumen) yang dialami oleh perempuan pekerja migran Indonesia dari Desa Lambara yang kami advokasi dan berhasil di pulangkan sampai di Desa Lambara di tahun 2022,” ungkap Safriana, Staf perlindungan perempuan buruh migran Solidaritas Perempuan Palu.
Yana melanjutkan, saat ini pihaknya sedang melakukan advokasi 6 kasus pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri berasal dari kabupaten Sigi, di pekerjakan secara unprosedural di negara penempatan.
Penempatan improsedural rentan mengalami kasus trafficking. Mereka mengalami pelangaran hak dan kekerasan serta berbagai bentuk eksploitasi seperti gaji tidak dibayar, larangan untuk berkomunikasi dengan keluarga, penyitaan dokumen pribadi, jam kerja lebih dari 8 jam bahkan bekerja selama 18 jam, intimidasi, tidak mendapatkan hak makan dan minum, kekerasan verbal dan kecelakan kerja (patah tangan), dipaksa bekerja dalam kondisi sakit.
Di sisi lain, pihak sponsor atau calo saat diminta pertanggungjawaban oleh keluarga untuk memulangkan perempuan pekerja migran, mereka selalu memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan pemerasan terhadap keluarga dengan meminta biaya pemulangan sedikitnya sekitar Rp8 juta. Padahal salah satu alasan PMI bermigrasi untuk bekerja karena alasan ekonomi.
Angka kasus penempatan improsedural yang setiap tahunnya selalu meningkat di tangani oleh Solidaritas Perempuan Palu karena kebijakan Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
Selain itu, adanya Sistem penempatan satu
kanal (one channel system) ke Arab Saudi yang telah disepakati secara bilateral sejak 2018
kembali diberlakukan seiring dengan pulihnya pandemi. One channel system penempatan ke
Arab Saudi yang disebut sebagai “uji coba” sistem penempatan ke Timur Tengah. System inilah yang biasanya dijadikan modus oleh calo untuk merekrut calon PPMI, selain menawarkan iming-iming gaji tinggi dan kerja layak.
Padahal pemerintah telah mengesahkan UU nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) dan di kabupaten Sigi telah ada Perda Nomor 1 tahun 2022 tentang Pelindungan Pekerja Migran Kabupaten Sigi namun kebijakan ini belum di implementasikan dengan maksimal.
“Untuk itu kami berharap agar pemerintah daerah Sulawesi Tengah dan pemerintah pusat harus melakukan langkah-langkah pemenuhan hak PPMI yang masih berjuang di Negara penempatan, yang setiap saat nyawanya terancam, agar segera dipulangkan ke daerah asal dengan selamat serta dipenuhi haknya,” serunya.
Ia juga meminta Kementrian Ketenagakerjaan agar segerah mencabut Keputusan Mentri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 tentang Pengehentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara Kawasan Timur Tengah. Pemerintah kabupaten Sigi segerah mengimplementasikan PERDA Kab. Sigi Nomor 1 tahun 2022 tentang Perlindungan Pekerja Migran. (afd/*)