PALU, beritapalu | Sebuah komitmen bersama untuk menghentikan pencemaran di laut dideklarasikan di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (7/3/2023) ditandai dengan pembacaaan naskah komitmen sekaligus penandatanganannya.
Komitmen bersama yang diinisiasi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Tengah itu disepakati dan diteken sejumlah elemen kelompok warga tak terkecuali unsur lembaga pemerintah sendiri, pegiat lingkungan, nelayan, media dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya.
Komitmen itu dituangkan dalam empat poin utama, yakni pertama, tidak membuang sampah, oli bekas, dan limbah lainnya di laut; kedua, siap menjaga dan memelihara kebersihan pesisir dan laut demi kepentingan bersama; ketiga, ikut berperan aktif mnsosialisasikan dan mengampanyekan stop mencemari laut; dan keempat, bersama-sama berperan aktif dalam upaya pengawasan pencemaran laut.
Kesepakatan pointer komitmen itu dicapai setelah sebelumnya dilakukan Forum Discussion Group (FGD) yang secara khusus membahas upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk membangun kemitraan kelembagaan masyarakat pesisir guna pengawasan dan pengelolaan pencemaran laut.
Inisiasi DKP Sulteng untuk membangun kemitraan bersama para lembaga itu diilhami oleh fenomena pencemaran yang terus terjadi terutama di wilayah pesisir perairan Sulteng. Kondisi itu tidak saja merugikan lingkungan dan teruama merusak ekosistem laut, tetapi juga berdampak buruk bagi keberlanjutan hidup manusia.
“Perlu kemitraan dan kebersamaan untuk bisa mencegah dan menangani persoalan ini,” kata Kepala Bidang Pengawasan Ruas Laut DKP Sulteng, Edward Yusuf saat membuka FGD tersebut.
Persoalan sampah di laut ini sudah sangat riskan dan butuh penanganan yang lebih serius, kata Dr James dari Fakultas Perikanan Universitas Tadulako yang juga menjadi pembicara pada FGD tersebut.
“Sekitar 75 persen wilayah laut kita sudah tercemar, katagorinya ada yang tinggi, sedang dan ringan,” kata James mengutip sebuah jurnal ilmiah.
Sampah di laut juga memantik perhatian Pemkot Palu yang 15 kelurahannya bersinggungan langsung dengan wilayah pesisir Teluk Palu.
“Selain karena sampah kiriman akibat arus dan angin kencang, sampah di Teluk Palu itu juga bersumber dari 11 sungai yang bermuara di Teluk Palu. Jadi bagian penting yang harus dilakukan adalah bagaimana meminimalisir sampah yang dibuang ke sungai karena akhirnya akan bermuara di laut,” ujar Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu, Ibnu Munzir yang juga berperan sebagai panelis di FGD tersebut.
Terkait pencemaran di laut ini, TNI AL juga menjadi elemen yang punya peran penting, terutama dalam hal penegakan hukum. Kasi Ops Pangkalan TNI AL Palu menyebutkan, penindakan yang dilakukan terhadap pencemaran misalnya, acuannya selalu pada ketentuan yang berlaku.
“Yang pasti soal matra laut menjadi bagian kami, dan kami terukur dalam penindakan termasuk illegal fishing dan destruktif fishing,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu-Bariri BMKG, Asep Firmani Ilahi mengingatkan bahwa persoalan sampah laut juga bersinggungan dengan situasi pemanasan global dan perubahan iklim.
“Perubahan iklim itu bukan hoaks,” tegas Asep.
Menurutnya, pemanasan suhu air laut akibat perubahan iklim telah membawa dampak nyata. Sampah misalnya, perbedaan tekanan air karena suhu telah memindahkan sampah-sampah itu dari satu wilayah ke wilayah laut lainnya termasuk yang kerap ditemui di Teluk Palu.
“Komitmen untuk stop mencemari laut ini akan ditindaklanjuti dalam bentuk aksi-aksi nyata di lapangan,” tutup Nur Masita M Ardy, fasilitator FDG DKP tersebut. (afd)