SIGI, beritapalu | Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) melakukan pendampingan kepada seorang anak korban perbuatan asusila ayah tiri di Desa Wisolo, Dolo Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah.
Staf Pendamping KPKP-ST, Yuni Agustina mengatakan, kasus asusila yang didampinginya itu pertama kali dilaporkan oleh korban bersama keluarganya ke bidan desa setempat yang kemudian ditangani oleh KPKP-ST.
“Atas laporan tersebut, Divisi Pendampingan KPKP-ST segera berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) igi dan langsung mengambil tindakan melakukan penjangkauan dan pendampingan sehari setelah mendapat laporan tepatnya hari Senin, 3 Oktober 2022,” jelas Yuni.
Ia menjelaskan, kronologis kasus ini bermula pada Minggu (2/10/2022) usai magrib pelaku berinisial AG (36 tahun) melaporkan kepada Pemerintah Desa Wisolo karena merasa tercemar nama baiknya atas tuduhan telah menyetubuhi anak tirinya. Pelaku juga melaporkan pencurian HP yang dilakukan oleh korban.
Atas laporan tersebut Pemerintah Desa melakukan mediasi dan terungkap pengakuan dari korban bahwa benar HP yang dimaksud ada dengan korban tetapi korban menolak untuk mengembalikan kepada pelaku.
“Saya mau kembalikan HP ini tetapi saya akan bongkar rahasia kau (pelaku) sudah pake saya berapa kali,” kata Yuni menirukan ucapan korban.
Atas laporan pelaku dan pernyataan korban itu, mantan Kepala Desa, Kasi Pemerintahan, anggota BPD, Kepala Dusun melakukan mediasi dan sidang adat. Namun karena pelaku berkeras tidak mengakui perbuatannya sehingga Pemerintah Desa membawa pelaku ke Polsek Dolo sekaligus mengamankan pelaku dari amuk masa warga desa dan antisipasi pelaku melarikan diri.
Menurut pengakuan korban, pelaku melakukan aksi bejatnya sejak 2019 lalu ketika mereka masih tinggal di Huntara. Kejadian selanjutnya di 2021 sebanyak dua kali di rumah pelaku dan ibu korban. Terakhir di 2022 di Desa Jono, tepatnya di semak-semak saat korban dan pelaku dalam perjalanan naik motor.
Korban juga mengaku, setiap kali melakukan perbuatannya pelaku memaksanya dengan kasar dan mengancam korban. Situasi ini seebutnya yang membuat korban takut menceritakan perbuatan pelaku kepada keluarganya.
Sejak ibu korban menikah dengan pelaku, korban bersama satu orang kakak perempuannya tinggal bersama neneknya di Desa Wisolo yang jaraknya tidak jauh dari rumah orang tuanya (pelaku dan ibunya).
“Dan sejak terungkapnya kasus ini ibu korban sampai sampai saat ini menghilang/menghindar dan tidak bersedia melakukan laporan di Kepolisian,” imbuh Yuni.
Atas pengakuan itu, Divisi Pendampingan Yayasan KPKP-ST bersama Ketua Satgas PPA Kabupaten Sigi melakukan pendampingan hukum kepada korban dan nenek korban untuk memasukkan Laporan Polisi (LP) di Polsek Dolo.
“Progres dari pendampingan hukum kasus ini korban telah dilakukan Visum et Repertum di Rumah Sakit Torabelo dan selanjutnya laporan kasus ini akan dilimpahkan oleh Polsek Dolo kepada Polres Sigi mengingat layanan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) ada di Polres Sigi sehingga untuk pemeriksaan korban, nenek korban sebagai pelapor dan saksi-saksi lainnya akan dilakukan di UPPA Sigi,” jelas Yuni lagi.
Dijadwalkan, pemeriksaan korban bersama neneknya akan dilakukan pada Jumat (7/10/2022) mendatang.
Sementara itu, Ketua Yayasan KPKP-ST Soraya Sultan menyampaikan bahwa gerak dan respon cepat berbagai pihak atas kasus ini perlu diapresiasi khususnya terhadap Bidan Desa dan Pemerintah Desa Wisolo yang dengan cepat mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan penanganan dengan menghubungi lembaga layanan.
“Bidan Desa mengambil tindakan melaporkan kepada kami karena memang Satgas PPA Desa Wisolo belum terbentuk, dan inilah adalah bentuk kerja-kerja jaringan yang dimulai dari level Desa semua harus perduli dan terlibat karena intergrasi layanan pengaduan seperti ini sangatlah penting sebagai upaya dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak”, ujarnya.
Terkait dengan Kasus Kekerasan Seksual di Desa Wisolo ini, Soraya menegaskan akan mendampingi dan mengawal proses hukum yang berjalan hingga proses pengadilan dan putusan sembari memberikan dukungan psikososial sesuai dengan kebutuhan korban dan keluarga.
Ketua Satgas PPA Sigi, Salma Masri mengatakan, akses pelayanan pengaduan khususnya kepada anak korban kekerasan seksual harus cepat, mudah dan tepat terkhusus di tingkat pelayanan kepolisian tingkat paling bawah yakni Polsek.
“Polsek sebaiknya menyiapkan SDM untuk bisa menerima laporan, paling tidak walaupun hanya sebatas penerimaan laporan polisi saja terlebih dahulu untuk pemeriksaan lebih privacy, aman dan nyaman kepada korban kekerasan bisa dilimpahkan ke Polres yang memilki layanan UPPA,” harapnya.
Salma menekankan hal ini karena pada saat pendampingan hukum kepada korban sempat terjadi penolakan laporan oleh pihak Reskrim Polsek Dolo dengan alasan tidak adanya UPPA di Polsek sehingga terjadi perdebatan antara pihak pendamping dan petugas reskrim pada saat itu.
Menurut KPKP-ST, tiga tahun terakhir Kabupaten Sigi terus mengalami kenaikan angka kasus Kekerasan Seksual yang menimpa anak dengan bentuk Incest (hubungan seksual sedarah) dan perkosaan dengan pelaku orang terdekat lainnya/kerabat.
Agustus lalu, kasus Incest terjadi di Dusun Raranggonau Desa Pombewe dan Desa Sunju. Di Oktober ini terjadi kembali incest berulang kepada anak oleh bapak tirinya di Desa Wisolo Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi. (afd/*)