PALU, beritapalu | Dari seluruh wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu memiliki indeks risiko bencana tertinggi, yakni mencapai 162,70, menyusul Kabupaten Donggala dengan skor 157,13.
Hal itu diungkapkan Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemprov Sulteng, Faisal Mang pada acara pembukaan Simulasi Penanganan Bencana Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, Selasa (19/7/2022).
Seluan kedua wilayah itu, Kabupaten Sigi dinyatakan dalam skor 48,13 atau berkatagori sedang, sedangkan Parigi Moutong pada skor 108,39 yang juga terbilang tinggi.
Secara keseluruhan wilayah Provinsi Sulteng, indeksnya yang dinyatakan dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI 2020) adalah 144,96 atau dengan tafsiran berisiko tinggi.
Menurut Faisal Mang, letak geografis Pulau Sulawesi, khususnya Provinsi Sulawesi Tengah adalah terluas di Sulawesi, dan berpenduduk terbanyak kedua setelah Sulawesi Selatan. Keberadaan sesar Palu-Koro yang melintang di tengah dan menjadi salah satu sesar dari tiga sesar berdimensi besar di Indonesia menjadi ancaman.
Sesar yang awalnya disebut Fossa Sarassina paling banyak menyebabkan terjadinya gempa di Sulteng termasuk gempa pada 28 September 2018 bermagnitudo 7,7 dan mengakibatkan kerugian hingga Rp18,47 triliun.
Berdasarkan kejadian dan ancaman di depan, menurutnya sangat penting untuk merumuskan, menyepakati, dan berkomitmen dalam penanganan bencana.
Ia menyebut, pemerintah pusat dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta pemerintah daerah harus lebih meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana khususnya di daerah rawan bencana.
“Sesuai dengan amanat Undang Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, terdapat perubahan paradigma penanggulangan bencana dari yang semula bersifat responsif menjadi preventif aktif dengan kata lain upaya-upaya pengurangan risiko bencana menjadi perhatian besar pemerintah dalam meminimalisir kemungkinan dampak kejadian bencana,” sebutnya.
Ia mengatakan, kondisi kebencanaan di Sulawesi Tengah khususnya dan di Indonesia umumnya yang semakin hari ekskalasinya semakin besar dan massif membutuhkan suatu komunitas yang bisa mengajarkan dan memfasilitasi simulasi rencana kontingensi yang ada. (afd/*)