JAKARTA, beritapalu | Indonesia Digital Campaigner 350.Org Jeri Asmoro mengungkapkan, krisis iklim kian memburuk dan karenanya ia menyerukan agar pendanaan bank untuk batubara harus dihentikan.
“Sekali lagi ilmuwan yang tergabung dalam IPCC menegaskan bahwa kita harus segera bertindak untuk dapat meredam dampak krisis iklim agar tidak semakin memburuk keadaan,” ujar Jeri Asmoro dalam rilisnya yang diterima redaksi beritapalu.com, Selasa (1/3/2022).
“Kini, krisis iklim telah membahayakan kehidupan bumi dan seluruh penghuninya,” sebutnya.
Semua pihak katanya punya peran yang besar untuk menghentikan krisis iklim ini, termasuk sektor perbankan.
“Perbankan punya peran besar di sini, sebagian perbankan masih menjadi pihak yang menyebabkan berbagai bencana iklim terus terjadi ketika masih mendanai proyek energi fosil,” ujarnya.
“Kita semua mempertanyakan peran mereka, apakah mereka bagian dari solusi dengan melakukan praktik keuangan berkelanjutan yang sejati?,” tanyanya.
Saat ini ada empat bank di Indonesia yang masih mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab krisis iklim. Bank itu adalah BNI, Mandiri, BRI dan BCA.
Menurut Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan AEER, pinjaman bank dalam negeri terhadap industri batubara masih lebih tinggi, yakni sebanyak Rp89 triliun dalam periode 2018 – 2020 dibanding pinjaman ke energi terbarukan sebanyak Rp21,5 triliun.
“Pinjaman terhadap industri batubara memang harus dihentikan dari sekarang,” tegasnya.
Menurut Interim Indonesia Team Leader 350, Firdaus Cahyadi, peran mereka dalam mendanai krisis iklim melalui pendanaan ke energi kotor batu bara sangat mengecewakan.
“Kebijakan mereka mendanai batubara sangat megecewakan kita semua, termasuk nasabah-nasabah keempat bank itu, “ujar Firdaus Cahyadi.
BNI katanya mencontohkan, beberapa kali mengklaim mendukung upaya pengurangan gas rumah kaca, penyebab krisis iklim, namun ternyata masih mendanai batu bara. Ini sungguh mengecewakan.
Keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat, juga diperlukan dalam mengatasi krisis iklim.
“Dalam laporan IPCC yg berkaitan dengan dampak, adaptasi, dan kerentanan ini ditekankan pentingnya peran masyarakat adat dan masyarakat lokal karena mereka memiliki pengetahuan tentang dunia, tentang alam,“ ujar Brigitta Isworo Laksmi, jurnalis lingkungan senior.
“Penting untuk melibatkan mereka karena mereka yg tahu cara mengatasi krisis iklim,” tambahnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki demikian banyak masyarakat adat mestinya bisa mengambil langkah strategis dengan melibatkan mereka dalam merencanakan pembangunan untuk ketahanan iklim atau climate resilient development. (afd/*)