
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Artis Dorce Gamalama meninggal dunia pada hari Rabu (16/2/2022) pukul 08.00 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Simprug dalam usia 58 tahun dengan diagnosa positif COVID-19. Jenazahnya dimakamkan sebagai laki-laki, sesuai jenis kelaminnya yang tercatat dalam data negara saat ia lahir di Solok, 21 Juli 1963.
Dorce Gamalama lahir dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi. Saat usia 23 tahun, Dorce pernah menjalani operasi kelamin dari laki-laki menjadi perempuan. Ia adalah sosok transgender yang paling terkenal di Indonesia.
Operasi kelaminnya dilakukan oleh Profesor Dr Johan Marzuki, dokter ahli bedah plastik di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya, setelah melalui proses penelitian yang panjang pada tahun 1986.
Dua tahun setelah sukses berganti kelamin, Dorce resmi berubah menjadi perempuan dengan nama Dorce Ashadi.
Apa yang dijalani Dorce mengulang pengalaman yang dirasakan Lili Elbe, seorang laki-laki Denmark yang menjadi transgender pertama di dunia. Lahir sebagai laki-laki bernama Einar Magnus Andreas Wegener, Lili Elbe meninggal dunia karena komplikasi transplantasi uterus tak lama usai menjalani operasi pergantian kelamin.
Lalu, apa manfaat operasi kelamin seperti yang dialami Lili Elbe hingga Dorce?
Jawabannya, mengubah kelamin sesuai keinginan orang yang menjalaninya. Manfaat lainnya adalah kepuasan batin dari orang yang memang menginginkan kelaminnya diubah, sesuai dengan identitas gender yang dirasakan orang tersebut.
Dikutip dari hellosehat, operasi ganti kelamin biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan bagi orang dengan disforia gender.
Disforia gender atau gangguan identitas gender adalah kondisi ketika seseorang tidak merasa puas dengan jenis kelamin yang diperoleh saat lahir berbeda dengan identitas gendernya.
Tahap Operasi Kelamin
Langkah paling pertama sebelum melaksanakan operasi ganti kelamin adalah menjalani sesi konsultasi dengan konselor kesehatan mental profesional. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan diagnosis dan psikoterapi.
Diagnosis dari gangguan identitas gender atau disforia gender dibutuhkan untuk memperoleh surat rekomendasi resmi dari terapis yang bersangkutan.
Surat tersebut berisiko izin dan kesediaan individu tersebut untuk memulai terapi hormon di bawah pengawasan dokter.
Terapi Hormon
Hormon estrogen dan anti-androgen diberikan kepada wanita transgender (dari pria ke wanita) untuk membantu mereka mengubah suara, massa otot, kulit, distribusi lemak tubuh, dan melebarkan pinggul.
Sedangkan terapi hormon testosteron dilakukan pada perempuan yang ingin berganti kelamin menjadi laki-laki.
Hormon androgen diberikan pada pria transgender (dari wanita ke pria) untuk membantu mereka mengembangkan karakteristik seks sekunder pria, seperti jenggot, rambut tubuh, dan suara yang berat.
Terapi hormon kemudian akan diikuti oleh uji penyesuaian hidup pasien untuk beraktivitas seperti biasa di dunia nyata sebagai orang dengan gender yang baru.
Efek Samping dan Bahaya
Operasi ganti kelamin tidak hanya dilakukan sekali di awal. Agar hasilnya lebih optimal, biasanya dokter menyarankan untuk menjalani beberapa kali operasi lagi.
Oleh karena itu, ada beberapa risiko dampak atau komplikasi yang bisa dialami pasien setelah prosedur ini dijalankan.
Berikut adalah sederet risiko efek samping menjalani operasi ganti kelamin:
Perdarahan dan infeksi
Munculnya perdarahan dan infeksi merupakan efek samping operasi ganti kelamin yang paling sering terjadi.
Saat operasi, dokter akan membuat banyak sayatan pada penis atau vagina.
Proses tersebut berisiko melukai pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan dalam jumlah banyak.
Luka operasi juga rentan terinfeksi oleh bakteri, terutama dari jenis staph. Pada kasus yang parah, infeksi dapat menyebar ke aliran darah, kemudian menyebabkan sepsis.
Sepsis yang tidak ditangani dengan tepat berisiko mengakibatkan kegagalan organ.
Infeksi saluran kemih (ISK)
Mengingat operasi dilakukan pada alat kelamin, ada kemungkinan bakteri dapat menyebar ke saluran kemih.
Hal ini sejalan dengan sebuah survei jangka panjang yang dimuat dalam kongres PRS Global Open tahun 2016.
Ada pasien yang menjalani operasi ganti kelamin ternyata mengalami efek samping menyerupai gejala ISK.
Gejala ISK tersebut meliputi nyeri panggul, aliran urine yang lemah, susah buang air kecil, dan sering buang air kecil pada malam hari.
Masalah kesehatan terkait perubahan hormon
Sekitar satu tahun sebelum operasi, pasien akan diminta untuk menjalani terapi hormon.
Pria yang ingin menjalani operasi transgender perlu menempuh terapi estrogen dulu guna memunculkan ciri reproduksi feminin.
Begitu pula dengan perempuan yang ingin menjalani prosedur kelamin ini, akan menjalani terapi testosteron guna mendapatkan efek sebagai pria.
Nah, kedua hormon ini tidak luput dari efek samping. Terapi estrogen bisa meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah pada paru-paru dan pembuluh darah di area kaki.
Kondisi ini dapat memicu komplikasi saat operasi berlangsung.
Di sisi lain, terapi testosteron berisiko meningkatkan tekanan darah, penurunan respons tubuh terhadap insulin, dan perubahan abnormal pada jaringan lemak.
Perubahan ini berpeluang menimbulkan obesitas, hipertensi, serta diabetes di kemudian hari.
Dampak Psikologis
Terlepas dari hasilnya, penting untuk dipertimbangkan bahwa efek samping operasi ganti kelamin tidak hanya memengaruhi fisik, tetapi juga kondisi mental pasien.
Penyesalan biasanya muncul saat operasi yang dijalani ternyata tidak membuat pasien merasa berada dalam tubuh yang selama ini ia dambakan.
Stigma negatif, diskriminasi, dan prasangka dari orang lain juga turut memperburuk kondisi psikologis pasien.
Akibatnya, pasien menjadi rentan mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan trauma pasca-operasi.
Pada dasarnya, menjalani operasi ganti kelamin merupakan suatu langkah yang besar dalam hidup.
Pasien harus memiliki pemahaman menyeluruh terkait prosedur operasi mengubah kelamin, terapi hormon, risiko, serta berbagai komplikasi yang dapat terjadi.
Oleh sebab itu, tim medis biasanya mengharuskan pasien menjalani sejumlah tahapan pra-operasi guna menilai kesiapannya.
Tahapan tersebut terdiri atas penilaian kesehatan mental, pencatatan perilaku sehari-hari, serta ‘tes’ dalam kehidupan nyata.
Tes bertujuan untuk memastikan bahwa pasien memang berkehendak mengubah peran gendernya.
Setelah seluruh tahapan terlewati, barulah pasien bisa menghadapi operasi ganti kelamin dan dinilai siap menghadapi semua risiko efek samping yang mungkin terjadi. ***
- Artikel ini disadur dari indozone.id yang telah menerbitkan sebelumnya dengan judul Dampak Operasi Kelamin seperti yang Dijalani Lili Elbe hingga Dorce alias Dedi Yuliardi