SEORANG pemuda mengenakan kaos biru berjongkok di bawah sebuah pohon anggur yang tumbuh subur. Kedua tangannya mencabuti rerumputan yang tumbuh liar di sekitar pohon anggur itu. Tidak jauh dari situ, beberapa pemuda merapikan selang air yang melintang di jalan setapak menuju kebun anggur itu.
Pemuda-pemuda itu hanya sebagian kecil dari puluhan anak muda millenial yang tergabung dalam Kelompok Tani “Duyu Bangkit” yang dibentuk sejak dua tahun lalu di kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah..
Sejak dibentuk yang awalnya hanya beranggotakan enam orang, kini anggotanya sudah mencapai 25 orang dan semuanya pemuda millenial setempat. Bukan hanya anggotanya yang membengkak, kebun anggur yang dikelolanya pun membengkak dari hanya satu kebun seluas kurang dari setengah hektare menjadi tujuh kebun seluas kurang lebih dua hektare saat ini.
Sejak dibentuknya, sudah beberapa kali memanen anggur hasil usaha kelompoknya. Hasilnya pun cukup menakjubkan, bahkan kelompok itu mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar yang dimikian tinggi.
“Seluruh hasil panen hanya untuk pasar lokal Palu saja dan sebagian besarnya dilayani secara online. Banyak permintaan dari luar termasuk dari Kalimantan, tapi mohon maaf, kami belum bisa melayani karena pasar lokal Palu saja belum bisa dipenuhi semuanya,” ujar Saifudin, inspirator sekaligus ketua Kelompok Tani Duyu Bangkit pada kesempatan berbincang dengan beritapalu.com, Kamis (14/10/2021) sore.
Bagaimana awal mula inspirasi pembentukan kelompok tani dilakukan..?
“Kami berangkat dari situasi keterpurukan akibat bencana 28 September lalu. Kami tidak punya apa-apa lagi, kami tidak punya pekerjaan lagi. Satu-satunya yang tersisa adalah lahan kecil yang untung saja belum dijual,” ungkap Saifudin menceritakan awal mula didirikannya kelompok tani tersebut.
Saifudin mengungkapkan, pada awal didirikannya kelompok tani tersebut, hanya enam pemuda setempat yang bergabung dan semuanya pengangguran. Meski demikian, itu tidak mengubah tekadnya yang sederhana untuk membuktikan harus bisa bangkit dan keluar dari zona terpuruk dengan memanfaatkan sumber daya yang tersisa.
“Kami berenam terus bekerja, saling berbagi, belajar dari pembudidaya anggur lain, mencari celah pasar dan Alhamdulillah, proses itu ternyata tidak mengkhianati hasil. Motivasi kami untuk terus mengembangkan usaha kebun anggur kelompok tani ini kian bertambah dengan hasil yang kami dapatkan,” sebutnya.
Keberhasilan mengorganisir kelompok tani itu membuat satu demi satu pemuda pengangguran di wilayah itu menyatakan kesediaanya untuk bergabung. Dari enam, menjadi tujuh, delapan dan seterusnya menjadi 25 orang hingga saat ini.
Mereka yang tergabung dalam kelompok tani tersebut masing-masing mengolah kebun anggurnya secara terpisah. Satu kebun diolah oleh beberapa orang. Masing-masing orang bertanggung jawab atas kebun yang dikelolanya.
Meskipun terbilang sukses mengelola usaha kebun anggur itu, namun bukan berarti tidak ada kendala selama proses budidayanya.
“Salah satu kendalanya adalah cuaca atau hujan,” kata Heri, salah seorang anggota kelompok itu yang mengelola salah satu kebun bersama lima anggota kelompok lainnya.
Menurutnya, hujan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya tanaman anggur tersebut. Jika intensitasnya tinggi, maka perawatan harus lebin intens juga dilakukan. Jika tidak, sangat sulit mendapatkan hasil yang maksimal.
“Butuh ketelatenan,” kuncinya.
Heri mengaku, meski belum pernah mendapatkan pelatihan tentang teknis budidaya anggur, namun bukan berarti mereka tidak bisa melakukannya. Belajar dari pengalaman menurutnya adalah guru terbaik.
“Rata-rata kami di sini belajar budidaya anggur secara otodidak, membuka di internet dan juga dari penyuluh pertanian serta orang-orang tua kami di sini yang sebelumnya juga sudah membudidayakan tanaman anggur ini,” sebutnya.
Secara teknis menurut Heri, ada banyak jenis anggur yang bisa tumbuh dan berkembang di Palu ini. Namun yang paling dominan ditanam anggota kelompok itu adalah jenis anggur hitam atau varietass BS-85 atau lazim dikenal dengan anggur Probolinggo.
Ia menuturkan, anggur Probolinggo ini agak unik karena cita rasanya ketika ditanam di Palu melebihi cita rasa jika ditanam di daerah lain termasuk di probolinggo sendiri.
“Ini yang menjadi daya saing tersendiri dari kita di Palu, karena anggur hitam ini memilii cita rasa yang khas,” imbuhnya.
Ke depan tambah Saiufdin, sedikitnya ada 32 varietas anggur yang akan ditanam di dalam kelompok taninya. Itu beralasan saja lanjutnya, karena kebun anggur yang dikelola bersama kelompoknya ke depan tidak semata tempat untuk membudidayakan anggur untuk memenuhi kebutuhan pasar, tetapi sekaligus sebagai sarana agrowisata dan edukasi.
“Kami sudah dijanjikan salah satu lembaga pemerintah untuk memberi atap plastik UV agar produktivitas kebun anggur ini akan lebih meningkat lagi,” ungkap Saifudin.
Selain itu, kelompok tani itu juga akan melengkapi sarana dan prasarananya di setiap kebun agar para pengunjung dapat merasa lebih nyaman berada di dalamnya.
Inspirasi yang ditebarkan ke para pemuda setempat dan berdampak positif itu memantik perhatian sejumlah lembaga dan perorangan. Beberapa lembaga bahkan menawarkan diri untuk memfasilitasi sejumlah kebutuhan pengembangan usaha kelompok tani tersebut.
Bahkan Wali Koa Palu Hadianto Rasyid sangat mengapresiasi inisiatif para pemuda di Kelurahan Duyu itu untuk memotori dan melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Di bagian lain, sejumlah instansi pemerintah baik di tingkat Kota palu maupun Provinsi Sulteng juga memberikan support atas lompatan-lompatan para pemuda Duyu itu.
Salah satu instansi bahkan menyanggupi memberikan pelatihan teknis budidaya anggur kepada kelompok tani itu agar lebih terkelola dengan baik.
Lalu apa harapan bagi kelompok tani ini ke depan..?
“Terutama adalah ketersediaan lahan untuk perluasan kebun. Permintaan pasar tidak bisa kami penuhi karena kapasitas produksi kami sangat terbatas. Kami berharap ada pihak yang mau bekerjassama dalam hal penyediaan lahan agar produksi bisa lebih besar lagi,” ujar Saifudin.
“Ini fenomena menarik, di tengah keterpurukan banyak orang akibat bencana 28 September dan pandemi COVID-19, justeru inspirasi positif itu datang dari para korban bencana, para pemuda lagi, terutama dari Kelurahan Duyu,” ujar Imran, salah seorang warga Duyu menanggapi kehadiran Kelompok Tani Duyu Bangkit yang secarra mandiri membangun kesadaran bersama untuk bangkit dari keterpurukan. (afd)