SKP-HAM Sampaikan Sejumlah rekomendasi kepada WamenHAM
PALU, beritapalu | Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulteng menyampaikan sejumlah rekomendasi pada momentum kunjungan Wakil Menteri HAM RI, Mugiyanto ke sekretariatnya, Rabu (16/4/2025).
Direktur SKP-HAM Sulteng, Nurlalela Lamasitudju menyatakan, rekomendasi tersebut mencakup berbagai hal terkait HAM dan penanganannya di Sulteng, antara lain impelementasi program pemulihan korban pelanggaran HAM peristiwa 1965/1966; pelanggaran HAM pada konflik Poso; dan program kerjasama pemulihan korban.
Ia menyebutkan salah satunya pada implementasi program pemulihan pelanggaran HAM yang belum sepenuhnya diterima oleh korban dan keluarga korban yang terkategori sebagai penerima pada tahap pertama 14 Desember 2023.
“Sehubungan dengan hal itu dibutuhkan koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian penyedia layanan yang dimandatkan sebagai pelaksana program sesuai dengan INPRES Nomor 2 Tahun 2023,” sebut Nurlaela.
Selain itu, Program Keluarga Harapan (PKH) Prioritas yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial saat ini masih menggunakan indikator kemiskinan, belum secara spesific menggunakan indikator korban pelanggaran HAM.
Implementasinya menunjukkan, ahli waris korban yang berstatus Pegawai Negeri Sipil belum dapat menerima manfaat program ini. Klarifikasi mengenai indikator yang digunakan oleh Kementerian Sosial diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan memastikan penyaluran program PKH Prioritas lebih tepat sasaran dan memenuhi rasa keadilan bagi seluruh korban.
Begitu pula dengan permohonan bantuan modal usaha dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) belum terealisasi sesuai dengan kebutuhan korban. “Meskipun program pelatihan literasi keuangan telah diberikan kepada 50 keluarga korban, namun ketiadaan modal usaha (baik dana tunai maupun bahan baku) menghambat pengembangan usaha yang berkelanjutan,” jelasnya.
Terhadap program bantuan perbaikan rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini masih dalam tahap verifikasi dan belum memasuki tahap implementasi.
Akan halnya program bantuan beasiswa serta bantuan alat kesenian dan kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hingga saat ini belum berjalan. Mengingat restrukturisasi kementerian terkait menjadi dua entitas, koordinasi lanjutan dengan kedua kementerian yang baru dibentuk menjadi krusial untuk memastikan program ini dapat segera diimplementasikan.
Nurlaela mengatakan, setelah diterbitkannya Surat Keterangan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKKPHAM) oleh Komnas HAM, informasi mengenai mekanisme pengajuan Program PPHAM yang baru belum tersosialisasi dengan baik kepada korban.
“Penjelasan dari Kementerian Hukum dan HAM terkait prosedur pengajuan yang terbaru sangat dibutuhkan agar korban dapat mengakses program pemulihan secara jelas dan terstruktur,” harapnya.
Nurlaela juga merekomendasikan penanganan dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa konflik Poso beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, korban konflik Poso yang mengalami kekerasan pada periode 1998 hingga 2001, termasuk korban kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan dan militer, belum secara formal dikategorikan sebagai korban pelanggaran HAM.
Hal ini katanya disebabkan karena Komnas HAM belum menerbitkan laporan penyelidikan pro justitia terkait peristiwa konflik Poso. Untuk mengatasi permasalahan ini, rapat koordinasi antara Kementerian Hukum dan HAM, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten, serta organisasi korban dan pendamping korban diperlukan untuk menyusun regulasi khusus yang secara jelas mendefinisikan kriteria korban dalam konteks konflik Poso, tanpa menunggu
Begitu pula dengan program pemenuhan Hak Kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebesar Rp 250 juta per orang telah menimbulkan disparitas dan kecemburuan di antara korban konflik Poso.
Hal ini disebabkan karena kategori korban tindak pidana terorisme merujuk pada peristiwa setelah tahun 2002 dan dilakukan oleh warga sipil, sementara sejumlah korban konflik Poso yang pelakunya adalah aparat keamanan belum mendapatkan program pemulihan yang setara dari Negara. Rapat koordinasi lanjutan diperlukan untuk merumuskan program pemulihan hak yang komprehensif dan berkeadilan bagi seluruh korban.
Ia menegaskan, program pemulihan mendesak yang saat ini dibutuhkan oleh korban konflik Poso adalah program pemulihan psikososial. Trauma akibat konflik berkepanjangan memerlukan penanganan yang serius dan berkelanjutan untuk memulihkan kesehatan mental dan sosial korban.
Ia menilai, program BERANI dari Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid yang baru menjabat memilik relevansi untuk penanganan korban pelanggaran HAM tersebut, antara lain kesepakatan atau menjalin MOU untuk memasukan data korban pelanggaran HAM sebagai salah satu kategoti penerima manfaat programBERANI. (afd/*)