OJK Perkuat Pembiayaan Berkelanjutan Industri Tekstil dan Produk Tekstil
JAKARTA, beritapalu | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat dukungannya terhadap sektor riil dengan memperkuat pembiayaan berkelanjutan, khususnya bagi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang merupakan sektor strategis dalam perekonomian nasional.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, OJK menggelar konsinyering di Jakarta pada Jumat (16/5/2025), melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Badan Kebijakan Fiskal, serta perwakilan industri perbankan dan pelaku industri TPT.
Pertemuan ini bertujuan membahas tantangan yang dihadapi industri TPT, potensi sinergi, serta kebutuhan dukungan dari sisi pembiayaan dan penguatan ekosistem pembiayaan berkelanjutan. Kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari Sarasehan Ekonomi Nasional dan implementasi Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, yang menetapkan sektor TPT sebagai prioritas dalam transformasi ekonomi nasional.
Kolaborasi Lintas Sektor
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam membangun ekosistem industri TPT yang sehat, tangguh, dan berdaya saing global.
“Industri TPT nasional memiliki potensi besar baik di pasar domestik maupun ekspor. Namun, tantangan seperti tingginya biaya logistik dan ketergantungan terhadap pasar ekspor tertentu perlu segera diatasi secara komprehensif melalui pendekatan Indonesia Incorporated, yaitu kolaborasi nyata antara pelaku industri, perbankan, BUMN, dan pemerintah,” ujar Dian.
Ia juga menyoroti perlunya diversifikasi pasar ekspor, mengingat saat ini produk tekstil Indonesia masih bergantung pada beberapa negara seperti Amerika Serikat, Turki, China, Malaysia, dan Jepang. Dalam menghadapi tantangan perdagangan global akibat deglobalisasi, diversifikasi pasar menjadi langkah strategis untuk mempertahankan daya saing industri nasional.
Peran Sektor Keuangan
Dalam diskusi tersebut, Dian juga menegaskan bahwa sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, memiliki peran krusial sebagai enabler dalam memperkuat pembiayaan dan struktur bisnis industri TPT.
“Sinergi antara industri perbankan dengan pelaku industri TPT perlu diperkuat agar pembiayaan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan. Perluasan akses pembiayaan juga harus dibarengi dengan penguatan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian,” jelasnya.
Hingga Maret 2025, kredit yang disalurkan ke industri TPT dan alas kaki tercatat mencapai Rp160,41 triliun, setara dengan 2,03% dari total kredit perbankan nasional.
Selain itu, industri TPT pada Maret 2025 mencatat pertumbuhan 4,64% secara year-on-year (YoY), meningkat dibandingkan pertumbuhan 4,26% pada tahun 2024, serta berkontribusi 1,02% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dukungan Kebijakan dan Insentif Pemerintah
Diskusi ini juga mengungkap bahwa industri TPT memiliki potensi besar di pasar dalam dan luar negeri, yang didukung oleh meningkatnya minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan jumlah Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor TPT dari tahun ke tahun.
Pemerintah juga telah dan akan terus memberikan berbagai insentif untuk mendukung perkembangan industri TPT, termasuk program restrukturasi mesin/peralatan produksi, penguatan rantai pasok dan pemberdayaan industri TPT, insentif fiskal berupa bea masuk, insentif pajak untuk industri padat karya, serta subsidi listrik, dan dukungan terhadap industri petrokimia sebagai penyedia bahan baku utama tekstil.
Semua insentif ini diharapkan menjadi katalis positif yang dapat mendorong pertumbuhan industri TPT ke depan dan memungkinkan industri jasa keuangan berkontribusi lebih besar dalam ekosistem industri tekstil Indonesia.
Harapan Pelaku Industri
Dalam rangka memulihkan daya saing industri TPT nasional, pelaku industri mengharapkan adanya kebijakan terintegrasi yang mencakup kepastian regulasi yang melindungi produsen lokal, khususnya terkait penerapan bea masuk impor, proses perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang transparan, pemantauan impor pakaian jadi untuk melindungi industri local, skema pembiayaan murah dan program pelatihan tenaga kerja, penguatan ekosistem hulu-hilir untuk efisiensi dan stabilitas pasokan, pemanfaatan energi bersih menuju industri ramah lingkungan, peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan kemandirian industry, pengembangan ekonomi sirkular untuk keberlanjutan industri tekstil nasional.
Kebijakan terintegrasi ini diharapkan dapat mendorong kebangkitan industri TPT sebagai tulang punggung industri nasional yang inklusif, hijau, dan berdaya saing global.
OJK juga berharap bahwa hasil diskusi ini dapat menjadi dasar dalam merumuskan rekomendasi kebijakan konkret, guna memperkuat daya saing dan keberlanjutan industri TPT nasional, sekaligus memperkuat peran industri ini dalam ekspor dan tenaga kerja di Indonesia. (afd/*)