Lamale: Udang Kecil, Harapan Besar dari Teluk Palu
Matahari belum sepenuhnya menampakkan diri dari ufuk Timur, namun sejumlah nelayan di pesisir Teluk Palu sudah sibuk mengangkat jaring ke atas perahunya.
Dari air yang masih tenang dan di dalam bentangan jaring berhadap ke muara sungai di Teluk Palu, Lamale atau udang kecil yang berkerumun siap diangkat. Rutinitas itu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat pesisir di Teluk Palu.
Lamale bukan sekadar hasil laut biasa. Udang ini memiliki nilai ekonomi penting bagi warga pesisir, terutama di sekitar Pantai Kampung Lere dan daerah sekitarnya. Para nelayan menangkapnya dengan jaring halus di perairan dangkal, sebelum dikeringkan menjadi ebi, salah satu bahan masakan khas yang banyak digunakan di Indonesia.
Dulu, tangkapan Lamale melimpah sepanjang tahun. Namun, pasca tsunami Palu 2018, kondisi perairan Teluk Palu berubah, membuat hasil tangkapan sering kali tak menentu. Perubahan iklim dan aktivitas laut juga mempengaruhi populasi Lamale, membuat nelayan harus lebih berhati-hati dalam menangkapnya agar tidak mengganggu keberlanjutan ekosistem.
Bagi sebagian warga, Lamale juga menjadi sumber mata pencaharian alternatif. Setelah kehilangan pekerjaan akibat bencana, banyak yang beralih menjadi buruh penjemur Lamale, memastikan udang kecil ini siap dipasarkan.
“Kami dulu hanya menangkap untuk kebutuhan sehari-hari, sekarang Lamale bisa membantu ekonomi keluarga,” ujar seorang nelayan.
Meski sederhana, Lamale adalah bagian dari warisan pesisir yang memiliki potensi besar. Dengan pengelolaan yang tepat, udang kecil ini bukan hanya akan terus hadir di meja makan masyarakat Palu, tetapi juga dapat menjadi produk unggulan daerah yang lebih dikenal di pasar nasional.
Di balik ukurannya yang kecil, Lamale menyimpan harapan besar bagi banyak keluarga nelayan—mengingatkan bahwa dari sesuatu yang sederhana, kehidupan bisa terus berjalan dan berkembang.
Naskah dan foto: bmzIMAGES/Basri Marzuki